Beberapa Perubahan Pasal UUPLH Tahun 2009 Dalam UUCK
UU No. 32 TAHUN 2009 TTG PPLH | UU No. 11 TAHUN 2020 TTG Cipta Kerja |
Pasal 1 | Pasal 1 |
11. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan | 11. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah Kajian mengenai dampak penting pacta lingkungan hidup dari suatu usaha dan/ atau kegiatan yang direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan serta termuat dalam Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah |
12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan | 12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah rangkaian proses pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dituangkan dalam bentuk standar untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan serta termuat dalam Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah |
35. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan | 35. Persetujuan Lingkungan adalah Kelayakan Lingkungan Hidup atau kesanggupan Pengelolaan Lingkungan telah mendapatkan persetujuan dari Pusat atau Pemerintah Daerah |
36. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan | 36. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 |
37. Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 | 37. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom |
38. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah | 38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup |
Pasal 20 ayat (3) huru b | Pasal 20 ayat (3) huru b |
(3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan: b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya | (3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan: b. mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah |
Pasal 24 | Pasal 24 |
Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup | (1) Dokumen Amdal merupakan dasar uji kelayakan lingkungan hidup untuk rencana usaha danjatau kegiatan. (2) Uji kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim uji kelayakan lingkungan hidup yang dibentuk oleh lembaga uji kelayakan lingkungan hidup Pemerintah Pusat. (3) Tim uji kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan ahli bersertifikat. (4) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menetapkan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup berdasarkan hasil uji kelayakan lingkungan hidup. (5) Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai persyaratan penerbitan Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana uji kelayakan lingkungan hidup diatur dalam Peraturan Pemerintah |
Pasal 25 huruf c | Pasal 25 huruf c |
c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan | c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terkena dampak langsung yang relevan terhadap rencana usaha dan/ atau kegiatan |
Pasal 25 ayat (2) (3) | Pasal 25 ayat (2) (3) |
(2) Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan | (2) Penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/ atau kegiatan |
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. yang terkena dampak; b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal | (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses pelibatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah
(4) dihapus |
Pasal 26 | Pasal 26 |
(2) Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan; (3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. yang terkena dampak; b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal (4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal | (2) Penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/ atau kegiatan; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses pelibatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah; (4) dihapus |
Pasal 27 | Pasal 27 |
Dalam menyusun dokumen amdal, pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dapat meminta bantuan kepada pihak lain | Dalam menyusun dokumen Amdal, pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dapat menunjuk pihak lain |
Pasal 28 ayat (2) | Pasal 28 ayat (2) |
(2) Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penguasaan metodologi penyusunan amdal; b. kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi dampak serta pengambilan keputusan; dan c. kemampuan menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup | (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan kriteria kompetensi penyusun Amdal diatur dalam Peraturan Pemerintah
(3) dihapus (4) dihapus
|
Pasal 29 – 31 | Pasal 29 – 31 dihapus |
(1) Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. | Dihapus |
(2) Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya | |
(3) Persyaratan dan tatacara lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri | |
Pasal 30 | |
(1) Keanggotaan Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 terdiri atas wakil dari unsur: | |
a. instansi lingkungan hidup; b. instansi teknis terkait; c. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; d. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; e. wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan f. organisasi lingkungan hidup | |
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis dan sekretariat yang dibentuk untuk itu | |
(3) Pakar independen dan sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya | |
Pasal 31 | |
Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan kewenangannya | |
Pasal 32 ayat (1) (3) | Pasal 32 ayat (1) (3) |
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup | (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membantu penyusunan Amdal bagi usaha dan/ atau kegiatan Usaha Mikro dan Kecil yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup |
(3) Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundang-undangan | (3) Penentuan mengenai usaha danjatau kegiatan Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan |
Pasal 34 ayat (1) (2) | Pasal 34, jadi 5 ayat |
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) wajib memiliki UKLUPL. | (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap Lingkungan Hidup wajib memenuhi standar UKL-UPL |
(2) Gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL | (2) Pemenuhan standar UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dinyatakan dalam Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup; (3) Berdasarkan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerbitkan Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; (4) Pemerintah Pusat menetapkan jenis usaha danjatau kegiatan yang wajib dilengkapi UKL-UPL; (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL diatur dalam Peraturan Pemerintah. |
Pasal 35 ayat (1 – 3) | Pasal 35 |
(1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup; (2) Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria: a. tidak termasuk dalam kategori berdampak penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1); dan b. kegiatan usaha mikro dan kecil (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL dan surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup diatur dengan peraturan Menteri | (1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4) wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang diintegrasikan ke dalam Nomor Induk Berusaha; (2) Penetapan jenis usaha dan/ atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan terhadap kegiatan yang termasuk dalam kategori berisiko rendah; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup diatur dalam Peraturan Pemerintah |
Pasal 36 | Pasal 36 dihapus |
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan; (2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL; (3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; (4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya |
Dihapus |
Pasal 37 ayat (1 – 3) | Pasal 37 huruf a, b, c |
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL; (2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan apabila: a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi; b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; atau c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan | Perizinan Berusaha dapat dibatalkan apabila: (a) persyaratan yang diajukan dalam permohonan Perizinan Berusaha mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/ atau pemalsuan data, dokumen, dan/ atau informasi;
(b) penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup; atau (c) kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen Amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan |
Pasal 38 | Pasal 38 dihapus |
(38) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha negara |
|
Pasal 39 ayat (1) (2) | Pasal 39 ayat (1) (2) |
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib mengumumkan setiap permohonan dan keputusan izin lingkungan; (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat | (1) Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup diumumkan kepada masyarakat; (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem elektronik dan/ atau cara lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat |
|
|
Pasal 40 ayat (1 – 3) | Pasal 40 dihapus |
(1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan; (2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan; (3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan. |
|
Pasal 55 ayat (1 – 4) | Pasal 55 ayat (1 – 4) |
(1) Pemegang izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup. (2) Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana penjaminan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah | (1) Pemegang Persetujuan Lingkungan wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup. (2) Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat. (3) Pemerintah Pusat dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana penjaminan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah |
Pasal 59 ayat (1 – 7) | Pasal 59 ayat ( 3 – 6) |
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. (2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3. (3) Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. (4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.
(6) Keputusan pemberian izin wajib diumumkan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah. | (1) tetap
(2) tetap
(3) Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mampu melakukan sendiri Pengelolaan Limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain; (4) Pengelolaan Limbah B3 wajib mendapat Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; (5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; (6) Keputusan pemberian Perizinan Berusaha wajib diumumkan;
|
Pasal 61 ayat (1 – 3) | Pasal 61 ayat 1 |
(1) Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 hanya dapat dilakukan dengan izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi yang telah ditentukan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan dumping limbah atau bahan diatur dalam Peraturan Pemerintah. | (1) Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 hanya dapat dilakukan dengan persetujuan dari Pemerintah Pusat.
|
| Pasal 61 A |
| Dalam hal penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan: a. menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, dan/ atau mengolah 83; b. menghasilkan, mengangkut, menyimpan, mengumpulkan, memanfaatkan, mengolah, dan/ atau menimbun Limbah B3; c. melakukan pembuangan air limbah ke laut; d. melakukan pembuangan air limbah ke sumber air; e. membuang emisi ke udara; dan/ atau f. memanfaatkan air limbah untuk aplikasi ke tanah;
yang merupakan bagian dari kegiatan usaha, pengelolaan tersebut dinyatakan dalam Amdal atau UKL-UPL |
Pasal 63 | Pasal 63 |
(1) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah bertugas dan berwenang: a. menetapkan kebijakan nasional; b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria; c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH nasional; d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS; e. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL; f. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam nasional dan emisi gas rumah kaca; g. mengembangkan standar kerja sama; h. mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; i. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai sumber daya alam hayati dan nonhayati, keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan keamanan hayati produk rekayasa genetik; j. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon; k. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai B3, limbah, serta limbah B3; l. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai perlindungan lingkungan laut; m. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas batas negara; n. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah; o. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundangundangan; p. mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup; q. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antardaerah serta penyelesaian sengketa; r. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengelolaan pengaduan masyarakat; s. menetapkan standar pelayanan minimal; t. menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; u. mengelola informasi lingkungan hidup nasional; v. mengoordinasikan, mengembangkan, dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan hidup; w. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan; x. mengembangkan sarana dan standar laboratorium lingkungan hidup; y. menerbitkan izin lingkungan; z. menetapkan wilayah ekoregion; dan aa.melakukan penegakan hukum lingkungan hidup | (1) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang:
n. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan tingkat nasional dan kebijakan tingkat provinsi; o. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan terhadap ketentuan Persetujuan Lingkungan dan peraturan perundangundangan; y. menerbitkan Perizinan Berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat; |
(2) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah provinsi bertugas dan berwenang:
a. menetapkan kebijakan tingkat provinsi; b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi; c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH provinsi; d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL; e.menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca pada tingkat provinsi; f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan; g. mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas kabupaten/kota; h. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota; i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; j. mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup; k. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antarkabupaten/antarkota serta penyelesaian sengketa; l. melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan; m. melaksanakan standar pelayanan minimal; n. menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat provinsi; o. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat provinsi; p. mengembangkan dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan hidup; q. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan; r. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat provinsi; dan s. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat provinsi | (2) Dalam pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah provinsi sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang: d. melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL; i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan; r. menerbitkan Perizinan Berusaha atau persetujuan Pemerintah Daerah pada tingkat provinsi; dan
|
(3) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah kabupaten/kota bertugas dan berwenang: a. menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota; b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota; c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH kabupaten/kota; d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL; e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca pada tingkat kabupaten/kota; f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan; g. mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup; h. memfasilitasi penyelesaian sengketa; i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundangundangan; j. melaksanakan standar pelayanan minimal; k. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota; l. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota; m. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota; n. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan; o. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat kabupaten/kota; dan p. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota | (3) Dalam pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah kabupatenjkota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang: d. melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL; i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; o. menerbitkan Perizinan Berusaha atau persetujuan Pemerintah Daerah pada tingkat kabupatenjkota |
Pasal 69 | Pasal 69 |
(1) Setiap orang dilarang: a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; e. membuang limbah ke media lingkungan hidup; f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup; g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan; h. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar; i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau j. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar. | (1) Setiap orang dilarang: g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau persetujuan lingkungan |
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h memperhatikan dengan sungguh sungguh kearifan lokal di daerah masingmasing | (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dikecualikan bagi masyarakat yang melakukan kegiatan dimaksud dengan memperhatikan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing |
Pasal 71 | Pasal 71 |
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (3) Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional | (1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; (2) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; (3) Dalam melaksanakan pengawasan, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional; Tambahan ayat (4) (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pejabat pengawas lingkungan hidup diatur dalam Peraturan Pemerintah |
Pasal 72 | Pasal 72 |
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan | Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan terhadap Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah |
Pasal 73 | Pasal 73 |
Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah daerah jika Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup | Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan yang Perizinan Berusaha atau persetujuan Pemerintah Daerah diterbitkan oleh Pemerintah Daerah jika Menteri menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat |
Pasal 76 | Pasal 76 |
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan; (2) Sanksi administratif terdiri atas: a. teguran tertulis; b. paksaan pemerintah; c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan | (1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi diatur dalam Peraturan Pemerintah |
Pasal 77 | Pasal 77 |
Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup | Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan dalam hal Menteri menganggap Pemerintah Daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup |
Pasal 79 | Pasal 79 dihapus |
Pasal 82 | Pasal 82 |
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang untuk memaksa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya; (2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang atau dapat menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan | (1) Pemerintah Pusat berwenang untuk memaksa penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya; (2) Pemerintah Pusat berwenang atau dapat menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan |
| Pasal 82A |
| Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki: (a) Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (1) atau Pasal 59 ayat (4); atau; (b) persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b; dikenai sanksi administratif |
| Pasal 82B |
| (1) Setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan yang memiliki: a. Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (1), atau Pasal 59 ayat (4); b. persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b; atau c. persetujuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1); yang tidak sesuai dengan kewajiban dalam Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, danjatau melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dikenai sanksi administratif |
| (2) Setiap orang yang melakukan pelanggaran larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, yaitu: a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, dimana perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian dan tidak mengakibatkan bahaya kesehatan manusia dan/ atau luka dan/ atau luka berat, dan/ atau matinya orang dikenai sanksi administratif dan mewajibkan kepada Penanggung Jawab perbuatan itu untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup dan/ atau tindakan lain yang diperlukan; atau b. menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf i dikenai sanksi administratif |
| (3) Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha yang dimilikinya dikenai sanksi administratif |
| Pasal 82C |
| (1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82A dan Pasal 82B ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berupa: a. teguran tertulis; b. paksaan pemerintah; c. denda administratif; d. pembekuan Perizinan Berusaha; dan/atau e. pencabutan Perizinan Berusaha |
| (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah |
Pasal 88 | Pasal 88 |
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan | Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/ atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/ atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha dan/ atau kegiatannya |
Pasal 93 dan Pasal 102 | Pasal 93 dan Pasal 102 dihapus |
Pasal 109 | Pasal 109 |
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) | Setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan tanpa memiliki: a. Perizinan Berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat, atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5), Pasal 34 ayat (3), Pasal 59 ayat (1), atau Pasal 59 ayat (4); b. persetujuan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b; atau c. persetujuan dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1); yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/ atau lingkungan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rpl.OOO.OOO.OOO,OO (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) |
Pasal 110 | Pasal 110 dihapus |
Pasal 111 | Pasal 111 |
(1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). (2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). | Pejabat pemberi persetujuan lingkungan yang menerbitkan persetujuan lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) |
Pasal 112 | Pasal 112 |
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundangundangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) | Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
Leave a Comment