PP Nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah




Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah menegaskan dalam Pasal 25 bahwa Menteri, kepala lembaga, gubernur, dan bupati/wali kota wajib menyelesaikan hambatan dan permasalahan di bidangnya dalam rangka penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan.

Penjelasan Pasal 10 Ayat (4) PP 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah, menyebut adanya "memfasilitasi pemerintah daerah" dapat berupa bantuan teknis dan/atau bimbingan teknis. 

Bantuan teknis adalah dukungan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk membantu penyelesaian permasalahan spesifik terkait penyelenggaran bidang pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan pemerintah daerah dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Bantuan teknis yang diberikan terkait dengan bantuan teknis penyiapan anggaran dan bantuan pemberian materi teknis dalam pelaksanaan revisi RTRWP di wilayah perairan pesisir.

Penjelasan Pasal 10 Ayat (4) PP 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah adalah dukungan pembimbingan teknis dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah dengan maksud untuk meningkatkan kompetensi teknis, pengetahuan, maupun aspek-aspek teknis lainnya yang diperlukan oleh pemerintah daerah untuk melaksanakan kewenangan pemerintah daerah dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

PP 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah ada karena tuntutan ketentuan Pasal 17 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, maka perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah.

PP 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah mengatur tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah dalam hal Batas Daerah; Kawasan Hutan; RTRW; Izin; Konsesi; Hak Atas Tanah dan/atau Hak pengelolaan; Garis Pantai; RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, dan/atau RZWP-3-K; dan/atau Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut.

Apa yang dapat diselesaikan dengan PP 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah, yaitu:

  • Penyelesaian Batas Daerah:
  • Penyelesaian Ketidaksesuaian RTRWP, RTRWK, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan;
  • Penyelesaian Ketidaksesuaian Garis pantai dengan Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, dan/atau perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut;
  • Penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, dan/atau RZWP-3-K dengan perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut; dan
  • Kelembagaan dan tata kelola penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak pengelolaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah ditetapkan Presiden Joko Widodo di Jakarta pada tanggal 2 Februari 2021. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah diundangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada tanggal 2 Februari 2021 di Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 53. 

Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6655. Agar setiap orang mengetahuinya.


Latar Belakang

Pertimbangan PP 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah;


Dasar Hukum

Dasar hukum PP 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah adalah:

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;d
  2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
  3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573)

Penjelasan Umum PP 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah

Dalam rangka penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan dalam mewujudkan sinkronisasi pemanfaatan ruang, perlu dilakukan langkah penyelesaian untuk mengatasi berbagai hambat an (debottlenecking) dengan memberikan pengaturan penyelesaian Ketidaksesuaian. Ruang lingkup penyelesaian. Ketidaksesuaian meliputi:

  1. Penyelesaian Batas Daerah;
  2. Penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWP, RTRWK, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan;
  3. Penyelesaian Ketidaksesuaian Garis Pantai dengan Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, dan/atau Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut;
  4. Penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, dan/atau RZWP-3-K dengan Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut; dan
  5. Penguatan kelembagaan dan tata kelola  penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan.

Kebutuhan ruang bagi pelaksanaan pembangunan nasional membutuhkan kebijakan yang dapat menjamin kepastian perizinan dan investasi guna menciptakan lapangan kerja, dengan perencanaan Tata Ruang yang komprehensif dan selaras dengan asas pembangunan berkelanjutan. Diharapkan dengan kohesivitas penataan ruang, perencanaan pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan pertimbangan di atas, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah.

Isi PP 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Batas Daerah adalah batas daerah antarprovinsi dan/atau antarkabupaten/kota.
  2. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
  3. Tata Ruang Laut adalah wujud struktur ruang laut dan pola ruang laut.
  4. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan Tata Ruang.
  5. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
  6. Izin adalah keputusan pejabat pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan atas permohonan instansi pemerintah, badan usaha, atau masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  7. Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut adalah legalitas yang diberikan kepada badan usaha atau masyarakat untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya di wilayah perairan pesisir dan laut.
  8. Konsesi adalah keputusan pejabat pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan dari kesepakatan badan dan/atau pejabat pemerintahan dengan selain badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam pengelolaan fasilitas umum dan/atau sumber daya alam dan pengelolaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  9. Hak Atas Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum antara pemegang hak dengan tanah, yang tidak termasuk ruang di atas tanah dan/atau ruang di bawah tanah.
  10. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya.
  11. Keterlanjuran adalah kondisi di mana Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang pada saat itu berlaku, namun menjadi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.
  12. Pelanggaran adalah kondisi di mana Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan yang diterbitkan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  13. Peta Rupabumi Indonesia adalah peta dasar yang memberikan informasi yang mencakup wilayah darat, pantai, dan laut.
  14. Peta Indikatif Tumpang Tindih Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat PITTI adalah peta hasil identifikasi Ketidaksesuaian yang ditetapkan oleh Menteri.
  15. Garis Pantai adalah pertemuan antara daratan dengan lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
  16. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang, atau masyarakat hukum adat.
  17. Instansi Pemerintah adalah lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
  18. Badan Usaha adalah badan usaha berbadan hukum dan badan usaha tidak berbadan hukum.
  19. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah hasil perencanaan Tata Ruang pada wilayah yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas, dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif.
  20. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanjutnya disingkat RTRWN adalah Rencana Tata Ruang seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi berdasarkan peraturan perundang-undangan.
  21. Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi yang selanjutnya disingkat RTRWP adalah Rencana Tata Ruang yang bersifat umum dari wilayah provinsi yang merupakan penjabaran dari RTRWN yang memuat tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah provinsi, rencana struktur ruang wilayah provinsi, rencana pola ruang wilayah provinsi, penetapan kawasan strategis provinsi, arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi, dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
  22. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat RTRWK adalah Rencana Tata Ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten/kota yang merupakan penjabaran dari RTRWP yang memuat tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten/kota, rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota, rencana pola ruang wilayah kabupaten/kota, penetapan kawasan strategis kabupaten/kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
  23. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional yang selanjutnya disingkat RTR KSN adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
  24. Rencana Tata Ruang Laut yang selanjutnya disingkat RTRL adalah hasil dari proses perencanaan Tata Ruang Laut.
  25. Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu yang selanjutnya disingkat RZ KSNT adalah rencana yang disusun untuk menentukan arahan pemanfaatan ruang laut di kawasan strategis nasional tertentu.
  26. Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah yang selanjutnya disingkat RZ KAW adalah rencana yang disusun untuk menentukan arahan pemanfaatan ruang laut di kawasan antarwilayah.
  27. Rencana Zonasi wilayah Pesisir dan pulau-pulau Kecil yang selanjutnya disingkat RZWP-3-K adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya yang disertai dengan penetapan alokasi ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh Izin.
  28. Ketidaksesuaian adalah kondisi tumpang tindih terkait Batas Daerah, Rencana Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, Garis Pantai, RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, RZWP-3-K, dan/atau Pertzinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut.
  29. Pulau-Pulau Kecil Terluar yang selanjutnya disingkat PPKT adalah pulau-pulau kecii yang memiiiki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum internasional dan nasional.
  30. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

Peraturan Pemerintah ini mengatur penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak pengelolaan, yang terjadi dengan atau di dalam:

  1. Batas Daerah;

  2. Kawasan Hutan;

  3. RTRW;

  4. Izin;

  5. Konsesi;

  6. Hak Atas Tanah dan/atau Hak pengelolaan;

  7. Garis Pantai;

  8. RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, dan/atau RZWP-3-K; dan/atau

  9. Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut.

Pasal 3

Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi:

  1. penyelesaian Batas Daerah:

  2. penyelesaian Ketidaksesuaian RTRWP, RTRWK, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan;

  3. penyelesaian Ketidaksesuaian Garis pantai dengan Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, dan/atau perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut;

  4. penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, dan/atau RZWP-3-K dengan perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut; dan

  5. kelembagaan dan tata kelola penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak pengelolaan.

BAB III
PENYELESAIAN BATAS DAERAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4

Penyelesaian Batas Daerah terdiri atas:

  1. percepatan penyelesaian Batas Daerah; dan

  2. penyelesaian Ketidaksesuaian antara Batas Daerah dengan RTRWP dan/atau RTRWK.

Bagian Kedua
Percepatan Penyelesaian Batas Daerah

Pasal 5

  1. Batas Daerah yang berlaku dan telah ditetapkan dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri menjadi acuan penyelesaian Ketidaksesuaian.

  2. Dalam hal Batas Daerah belum ditetapkan dalam peraturan menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri bersama dengan pemerintah daerah melaksanakan percepatan penyelesaian penegasan Batas Daerah.

  3. Dalam hal terdapat Batas Daerah yang akan atau dalam proses revisi, dilakukan pembahasan percepatan penyelesaian penegasan Batas Daerah oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri bersama pemerintah daerah.

  4. Hasil dari pembahasan percepatan penyelesaian penegasan Batas Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dituangkan dalam berita acara kesepakatan yang ditandatangani oleh para pihak.

  5. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri menetapkan Batas Daerah berdasarkan berita acara kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam peraturan menteri paling lama 5 (lima) bulan terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.

  6. Dalam hal pemerintah daerah tidak bersepakat terhadap Batas Daerah yang telah dibahas bersama menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri berwenang memutuskan dan menetapkan penegasan Batas Daerah paling lama 1 (satu) bulan.

Bagian Ketiga
Penyelesaian Ketidaksesuaian antara Batas Daerah
dengan RTRWP dan/atau RTRWK

Pasal 6

  1. Dalam hal Batas Daerah telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, namun terdapat Ketidaksesuaian dengan RTRWP dan/atau RTRWK, dilakukan revisi terhadap RTRWP dan/atau RTRWK untuk disesuaikan dengan Batas Daerah yang telah ditetapkan.

  2. Revisi RTRWP dan/atau RTRWK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah daerah sejak Ketidaksesuaian RTRWP dan/atau RTRWK dengan Batas Daerah ditetapkan oleh Menteri.

BAB IV
PENYELESAIAN KETIDAKSESUAIAN RTRWP, RTRWK,
KAWASAN HUTAN,IZIN, KONSESI, HAK ATAS TANAH,
DAN/ATAU HAK PENGELOLAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 7

Penyelesaian Ketidaksesuaian RTRWP, RTRWK, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan terdiri atas:

  1. penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWP dan/atau RTRWK dengan Kawasan Hutan;

  2. penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWp dengan RTRWK;

  3. penyelesaian Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan di dalam Kawasan Hutan dalam Keterlanjuran;

  4. penyelesaian Ketidaksesuaian antara Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah dengan RTRWP dan/atau RTRWK dalam Keterlanjuran;

  5. penyelesaian Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan di dalam Kawasan Hutan dalam Pelanggaran; dan

  6. penyelesaian Ketidaksesuaian antara Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan dengan RTRWP dan/atau RTRWK dalam Pelanggaran.

Bagian Kedua
Penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWP
dan/atau RTRWK dengan Kawasan Hutan

Pasal 8

  1. Penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWP dan/atau RTRWK dengan Kawasan Hutan:

    1. dalam hal Kawasan Hutan ditetapkan lebih awal dari RTRWP dan/atau RTRWK, dilakukan revisi RTRWP dan/atau RTRWK dengan mengacu pada Kawasan Hutan yang ditetapkan terakhir; dan

    2. dalam hal RTRWP dan/atau RTRWK ditetapkan lebih awal dari Kawasan Hutan, dilakukan tata batas dan pengukuhan Kawasan Hutan dengan memperhatikan RTRWP dan/atau RTRWK.

  2. Penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWP dan/atau RTRWK dengan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan tahapan:

    1. revisi RTRWP dilakukan sejak Ketidaksesuaian antara RTRWP dengan Kawasan Hutan ditetapkan oleh Menteri; dan

    2. revisi RTRWK dilakukan dengan mengacu pada revisi RTRWP sebagaimana dimaksud pada huruf a.

  3. Penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWP dan/atau RTRWK dengan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan pengukuhan Kawasan Hutan, oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan dalam jangka waktu paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak Ketidaksesuaian antara RTRWP dan/atau RTRWK dengan Kawasan Hutan ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Ketiga
Penyelesaian Ketidaksesuaian antara
RTRWP dengan RTRWK

Pasal 9

  1. Penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWP dengan RTRWK dilakukan melalui tahapan:

    1. revisi RTRWP dilakukan dan ditetapkan paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak Ketidaksesuaian antara RTRWP dengan RTRWK ditetapkan oleh Menteri; dan

    2. revisi RTRWK dilakukan secara serentak untuk seluruh kabupaten/kota dalam satu provinsi yang ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak revisi RTRWP sebagaimana dimaksud pada huruf a ditetapkan.

  2. Dalam hal revisi RTRWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a telah ditetapkan, RTRWP dimaksud menjadi acuan dalam proses revisi RTRWK.

  3. Revisi RTRWP dan RTRWK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan Peta Rupabumi Indonesia termutakhir yang telah ditetapkan oleh kepala badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial.

Pasal 10

  1. Pemerintah daerah melaksanakan penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWP dengan RTRWK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

  2. Pada saat revisi RTRWP dan revisi RTRWK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), segala macam proses penerbitan Izin dan/atau Konsesi baru dihentikan sementara pada wilayah yang mengalami Ketidaksesuaian sampai dengan revisi RTRWP dan revisi RTRWK ditetapkan.

  3. Penghentian sementara proses penerbitan Izin dan/atau Konsesi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk proyek dan/atau program nasional yang bersifat strategis.

  4. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan/atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan dapat memfasilitasi pemerintah daerah dalam penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWP dengan RTRWK sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Keempat
Penyelesaian Ketidaksesuaian Izin, Konsesi,
Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan
di dalam Kawasan Hutan dalam Keterlanjuran

Pasal 11

  1. Penyelesaian Ketidaksesuaian Izin atau Konsesi dalam Keterlanjuran yang telah dikuasai dan dimanfaatkan di dalam Kawasan Hutan sebelum kawasan tersebut ditunjuk sebagai Kawasan Hutan, diiakukan dengan perubahan peruntukan Kawasan Hutan, perubahan fungsi Kawasan Hutan, dan/atau penggunaan Kawasan Hutan, dan terhadap Izin atau Konsesi tetap berlaku hingga jangka waktunya berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Penyelesaian Ketidaksesuaian dalam Keterlanjuran terhadap Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan yang telah dikuasai dan dimanfaatkan di dalam Kawasan Hutan sebelum ditunjuknya atau ditetapkannya kawasan tersebut sebagai Kawasan Hutan, dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari Kawasan Hutan melalui perubahan batas Kawasan Hutan.

  3. Penyelesaian terhadap penguasaan tanah berupa permukiman, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan garapan, kebun rakyat, lahan transmigrasi, hutan adat, atau tanah ulayat yang telah dikuasai dan dimanfaatkan secara fisik dengan iktikad baik oleh Masyarakat di dalam Kawasan Hutan selama jangka waktu paling singkat 20 (dua puluh) tahun secara terus menerus, penguasaan tanah dimaksud tidak dipermasalahkan oleh pihak lainnya, dan dibuktikan dengan historis penguasaan dan pemanfaatannya, diselesaikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  4. Dalam hal Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan telah dilakukan perubahan batas Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, atau tidak dipelihara dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun sejak dilepaskan dari Kawasan Hutan, ditetapkan sebagai objek tanah telantar oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  5. Penyelesaian Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan di dalam Kawasan Hutan dalam Keterlanjuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak berlakunya peraturan Pemerintah ini.

Bagian Kelima
Penyelesaian Ketidaksesuaian antara Izin, Konsesi, dan/atau
Hak Atas Tanah dengan RTRWP dan/atau
RTRWK dalam Keterlanjuran

Pasal 12

  1. Penyelesaian Ketidaksesuaian antara Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah milik Instansi Pemerintah, Badan Usaha, dan/atau Masyarakat dengan RTRWP dan/atau RTRWK dalam Keterlanjuran dilakukan dengan cara:

    1. dalam hal Instansi Pemerintah, Badan Usaha, dan/atau Masyarakat belum mengusahakan, menggunakan, atau memanfaatkan Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah secara efektif maka terhadap Izin dan/atau Konsesi dilakukan pengurangan, penciutan, atau pencabutan wilayah kerja Izin atau Konsesi yang tidak sesuai RTRWP dan/atau RTRWK, dan terhadap Hak Atas Tanah dilakukan penyesuaian pemanfaatan tanah dengan RTRWP dan/atau RTRWK;

    2. dalam hal Instansi Pemerintah, Badan Usaha, dan/atau Masyarakat telah mengusahakan, menggunakan, atau memanfaatkan Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah secara efektif dan tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup maka Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah tetap berlaku hingga jangka waktu berlakunya berakhir dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    3. dalam hal Instansi Pemerintah, Badan Usaha, dan/atau Masyarakat telah mengusahakan, menggunakan, atau memanfaatkan Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah secara efektif, namun aktivitas Instansi Pemerintah, Badan Usaha, dan/atau Masyarakat melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, maka:

      1. terhadap Izin atau Konsesi dilakukan pengurangan atau penciutan wilayah kerja Izin atau Konsesi yang tidak sesuai RTRWP dan/atau RTRWK; dan/atau

      2. terhadap Hak Atas Tanah, dilakukan penyesuaian pemanfaatan tanah dengan RTRWP dan/atau RTRWK.

    4. dalam hal Instansi Pemerintah, Badan Usaha, dan/atau Masyarakat dengan sengaja tidak mengusahakan, menggunakan, atau memanfaatkan tanahnya secara efektif atau tidak melakukan kegiatan usaha pada tanah tersebut sesuai dengan rencana kerja yang telah disetujui pemberi Izin atau Konsesi dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun sejak penerbitan Izin atau Konsesi, dilakukan penetapan kawasan dan/atau tanah telantar oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  2. Penyelesaian Ketidaksesuaian beberapa Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah milik Instansi Pemerintah, Badan Usaha, dan/atau Masyarakat terhadap RTRWP dan/atau RTRWK dalam Keterlanjuran dilakukan dengan cara:

    1. Terhadap Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah yang terbit lebih awal dari Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah lainnya di lahan yang sama:

      1. dalam hal pengusahaan, penggunaan, atau pemanfaatan Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah yang terbit lebih awal tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup maka Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah dimaksud tetap berlaku hingga jangka waktu berlakunya berakhir dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; atau

      2. dalam hal pengusahaan, penggunaan, atau pemanfaatan Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah yang terbit lebih awal melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup maka Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah dimaksud dilakukan:

        1. pengurangan atau penciutan wilayah kerja Izin atau Konsesi; atau

        2. penyesuaian pemanfaatan tanah dengan RTRWP dan/atau RTRWK.

    2. Terhadap Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah yang terbit lebih akhir dari Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah lainnya di lahan yang sama, dilakukan:

      1. pengurangan atau penciutan wilayah kerja Izin dan/atau Konsesi seluas wilayah yang terjadi Ketidaksesuaian; dan

      2. pembatalan Hak Atas Tanah yang terbit lebih akhir seluas wilayah yang terjadi Ketidaksesuaian atau dengan musyawarah mufakat antar pemegang Hak Atas Tanah, dalam hal musyawarah mufakat tidak tercapai maka menggunakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sebagai dasar melakukan pembatalan Hak Atas Tanah seluas wilayah yang terjadi Ketidaksesuaian.

      3. Selain penyelesaian Ketidaksesuaian sebagaimana dimaksud pada huruf b, penerbit Izin atau Konsesi dapat mengupayakan mekanisme penyelesaian melalui penyusunan perjanjian pemanfaatan lahan bersama antara beberapa pemegang Izin atau Konsesi dengan mempertimbangkan nilai manfaat dan keekonomian dan pelaksanannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  3. Penyelesaian Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah dengan RTRWP dan/atau RTRWK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselesaikan paling lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
  4. Penyelesaian Ketidaksesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang dengan menteri terkait.

Bagian Keenam
Penyelesaian Ketidaksesuaian Izin, Konsesi,
Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan di dalam
Kawasan Hutan dalam Pelanggaran

Pasal 13

Penyelesaian Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan milik Instansi Pemerintah, Badan Usaha, atau Masyarakat di dalam Kawasan Hutan dalam Pelanggaran dilakukan pengenaan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.

Bagian Ketujuh
Penyelesaian Ketidaksesuaian antara Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah,
dan/atau Hak Pengelolaan dengan RTRWP
dan/atau RTRWK dalam Pelanggaran

Pasal 14

Penyelesaian Ketidaksesuaian antara Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan milik Instansi Pemerintah, Badan Usaha, atau Masyarakat dengan RTRWP dan/atau RTRWK dalam Pelanggaran, dilakukan pengenaan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Tata Ruang.

BAB V
PENYELESAIAN KETIDAKSESUAIAN GARIS PANTAI DENGAN HAK ATAS
TANAH, HAK PENGELOLAAN, DAN/ATAU PERIZINAN TERKAIT
KEGIATAN YANG MEMANFAATKAN RUANG LAUT

Pasal 15

  1. Penyelesaian Ketidaksesuaian Garis Pantai dengan Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, dan/atau Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut mengacu pada unsur Garis Pantai yang termuat dalam Peta Rupabumi Indonesia yang ditetapkan oleh kepala badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial.

  2. Titik dasar dan garis pangkal di PPKT menjadi acuan dalam penentuan Garis Pantai yang termuat dalam Peta Rupabumi Indonesia yang ditetapkan oleh kepala badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial.

  3. Dalam hal terjadi dinamika perubahan Garis Pantai yang mengakibatkan ketidaksesuaian titik dasar dan garis pangkal di PPKT dengan Garis Pantai dalam Peta Rupabumi Indonesia, titik dasar dan garis pangkal di PPKT tetap diakui dan berlaku.

  4. Dalam hal terjadi Ketidaksesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah wajib memulihkan kondisi fisik lahan menjadi daratan di PPKT.

Pasal 16

  1. Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan yang berada di wilayah laut akibat dinamika perubahan Garis Pantai, sebelum ditetapkannya unsur Garis Pantai dalam Peta Rupabumi Indonesia yang pertama kali ditetapkan oleh kepala badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial maka Hak Atas Tanah danf atau Hak Pengelolaan dimaksud tetap diakui.

  2. Pengakuan terhadap Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan identifikasi, inventarisasi, dan pengkajian yang dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan, serta melibatkan Instansi Pemerintah terkait sejak Ketidaksesuaian antara Garis Pantai dengan Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan ditetapkan oleh Menteri.

  3. Hasil identifikasi, inventarisasi, dan pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar pengakuan Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan.

  4. Dalam hal hasil identifikasi, inventarisasi, dan pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bidang tanah tidak dapat diidentifikasi sehingga tidak dapat difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya, dinyatakan sebagai tanah musnah dan Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan dinyatakan hapus.

Pasal 17

  1. Hak Atas Tanah yang diterbitkan di wilayah perairan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku.

  2. Pemegang Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan ruang dan akses kepada nelayan, pembudi daya ikan, petambak garam, dan keselamatan pelayaran.

  3. Hak Atas Tanah dapat diberikan kepada Masyarakat yang telah memanfaatkan di wilayah perairan berdasarkan perizinan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18

  1. Instansi Pemerintah, Badan Usaha, atau Masyarakat yang melaksanakan kegiatan reklamasi:

    1. sebelum ditetapkannya RTRWN, RTR KSN, RTRWP, RTRWK, RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, RZWP-3-K, dan peraturan perundang-undangan di bidang reklamasi;

    2. belum memiliki Izin reklamasi; dan

    3. belum memiliki Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan,

    wajib mengajukan permohonan perizinan reklamasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

  2. Perizinan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  3. Dalam hal Instansi Pemerintah, Badan Usaha, atau Masyarakat tidak mengajukan permohonan perizinan reklamasi sebagaimana dimaksud ayat (1), tanah hasil reklamasi ditetapkan sebagai tanah yang langsung dikuasai oleh negara.

  4. Penguasaan, pemilikan, pemanfaatan, dan penggunaan tanah hasil reklamasi diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.

  5. Dalam hal RTRWN, RTR KSN, RTRWP, RTRWK, RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, RZWP-3-K, dan peraturan perundang-undangan di bidang reklamasi telah ditetapkan, namun pelaksana reklamasi tidak memiliki izin reklamasi, pelaksana reklamasi dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan selanjutnya tanah hasil reklamasi ditetapkan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

BAB VI
PENYELESAIAN KETIDAKSESUAIAN ANTARA RTRL, RZ KSNT, RZ KAW,
DAN/ATAU RZWP-3-K DENGAN PERIZINAN TERKAIT
KEGIATAN YANG MEMANFAATKAN RUANG LAUT

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 19

Penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, dan/atau RZWP-3-K dengan Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut:

  1. penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWP dengan RZWP-3-K; dan

  2. penyelesaian Ketidaksesuaian antara Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut dengan RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, dan/atau RZWP-3-K.

Bagian Kedua
Penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWP dengan RZWP-3-K

Pasal 20

  1. Penyelesaian Ketidaksesuaian antara RTRWP dengan RZWP-3-K dilakukan melalui revisi RTRWP dengan mengintegrasikan RZWP-3-K.

  2. Revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai dilaksanakan sejak Ketidaksesuaian antara RTRWP dengan RZWP-3-K ditetapkan oleh Menteri.

  3. Revisi RTRWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan Peta Rupabumi Indonesia termutakhir yang telah ditetapkan oleh kepala badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasigeospasial.

Pasal 21

  1. Revisi RTRWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dilakukan oleh pemerintah daerah.

  2. Revisi RTRWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak Ketidaksesuaian antara RTRWP dengan RZWP-3-K ditetapkan oleh Menteri.

  3. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang serta menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan dapat memfasilitasi pemerintah daerah dalam melakukan revisi RTRWP.

Bagian Ketiga
Penyelesaian Ketidaksesuaian
antara Perizinan terkait Kegiatan
yang Memanfaatkan Ruang Laut dengan RTRL,
RZ KSNT, RZ KAW, dan/atau RZWP-3-K

Pasal 22

  1. Penyelesaian Ketidaksesuaian antara Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut dengan RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, dan/atau RZWP-3-K dalam Keterlanjuran, dilakukan dengan cara:

    1. dalam hal Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut telah diterbitkan sebelum ditetapkannya RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, dan/atau RZWP-3-K maka terhadap Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut yang sesuai dengan RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, dan/atau RZWP-3-K tetap berlaku hingga jangka waktu berlakunya berakhir dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau

    2. dalam hal Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut telah diterbitkan sebelum ditetapkannya RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, dan/atau RZWP-3-K maka terhadap Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut yang tidak sesuai dengan RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, dan/atau RZWP-3-K tetap berlaku hingga jangka waktu berlakunya berakhir.

  2. Penyelesaian Ketidaksesuaian antara Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut dengan RTRL, RZ KSNT, RZ KAW, dan/atau RZWP-3-K dalam Pelanggaran, dilakukan pengenaan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kelautan.

BAB VII
KELEMBAGAAN DAN TATA KELOLA PENYELESAIAN
KETIDAKSESUAIAN TATA RUANG, KAWASAN HUTAN, IZIN, KONSESI,

HAK ATAS TANAH, DAN/ATAU HAK PENGELOLAAN

Pasal 23

  1. Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan dilakukan oleh tim koordinasi yang diketuai oleh Menteri.

  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tim koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB VIII
PENYUSUNAN, PEMUTAKHIRAN, DAN PENETAPAN PITTI

Pasal 24

  1. Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan dituangkan dalam PITTI.

  2. PITTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan ditetapkan oleh Menteri.

  3. Dalam rangka penyusunan dan pemutakhiran PITTI, Instansi Pemerintah wajib menyampaikan data pembentuk PITTI kepada Menteri paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.

  4. Data pembentuk PITTI sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk produk hukum dan lampiran peta yang memenuhi standar ketentuan teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  5. Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan yang dituangkan dalam PITTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar dalam penyelesaian Ketidaksesuaian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

  6. Menteri menyampaikan Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan pertama kali kepada menteri, kepala lembaga, gubernur, dan/atau bupati/wali kota paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.

  7. Dalam hal Ketidaksesuaian belum termuat dalam PITTI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menteri, kepala lembaga, gubernur, bupati/wali kota, dan/atau Masyarakat yang dikoordinasikan oleh bupati/wali kota, dapat mengajukan permohonan penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan kepada Menteri yang dilengkapi dengan data pendukung dan lampiran peta.

  8. Pemutakhiran PITTI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.

  9. Pemutakhiran dan penetapan PITTI sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan setiap tahun oleh Menteri.

  10. Tata cara penyusunan, pemutakhiran, dan penetapan PITTI diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 25

Menteri, kepala lembaga, gubernur, dan bupati/wali kota wajib menyelesaikan hambatan dan permasalahan di bidangnya dalam rangka penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 26

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Demikianlah isi Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah yang telah ditetapkan Presiden Joko Widodo di Jakarta pada tanggal 2 Februari 2021. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah diundangkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada tanggal 2 Februari 2021 di Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 53. Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6655. Agar setiap orang mengetahuinya.

Unduh PDF DISNI

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.