PP 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin PNS

 


Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS adalah aturan pelaksanaan ketentuan Pasal 86 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Pemerintah perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warga negara Indonesia yang memenuhisyarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara secara tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Pelanggaran Disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan Disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.

Peraturan Pemerintah Nomor 94 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil ditetapkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 31 Agustus 2021 di Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 94 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil diundangkan Menkumham Yasonna H. Laoly pada tanggal 31 Agustus 2021 di Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 94 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 202. Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6718. Agar setiap orang mengetahuinya.

Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 86 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam kelancaran pelaksanaan tugas, PNS wajib mematuhi ketentuan mengenai Disiplin PNS. Selama ini ketentuan mengenai Disiplin PNS telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, ketentuan mengenai Disiplin PNS tersebut perlu disesuaikan.

Untuk mewujudkan PNS yang berintegritas moral, profesional, dan akuntabel, diperlukan peraturan Disiplin PNS yang dapat dijadikan pedoman dalam menegakkan disiplin. Penegakan disiplin dapat mendorong PNS untuk lebih produktif berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja serta berintegritas moral menjadi pertimbangan dalam pengembangan karier.

 

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah iniyang dimaksud dengan:

1.    Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara secara tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

2.    Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai AparaturSipil Negara dan pembinaan Manajemen Aparatur Sipil Negara di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3.    Pejabat yang Berwenang Menghukum adalah pejabatyang diberi wewenang menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.

4.    Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

5.    Masuk Kerja adalah keadaan melaksanakan tugasbaik di dalam maupun di luar kantor.

6.    Pelanggaran Disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan Disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.

7.    Hukuman Disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan oleh Pejabat yang Berwenang Menghukum kepada PNS karena melanggar peraturan Disiplin PNS.

8.    Upaya Administratif adalah prosedur yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap Hukuman Disiplin yang dijatuhkan kepadanya.

9.    Unit Kerja adalah satuan kerja atasan langsung sebagai tempat PNS yang bersangkutan melaksanakan tugas dalam organisasi.

10. Dampak Negatif adalah dampak yang menimbulkan turunnya harkat, martabat, citra, kepercayaan, nama baik dan/atau mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas Unit Kerja, instansi, dan/atau pemerintah/negara.

11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.

BAB II
KEWAJIBAN DAN LARANGAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 2

PNS wajib menaati kewajiban dan menghindari larangan.

Bagian Kedua
Kewajiban

Pasal 3

PNS wajib:

a.    setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah;

b.    menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;

c.     melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang;

d.    menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;

e.    melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian,kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;

f.      menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik didalam maupun di luar kedinasan;

g.    menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

h.    bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 4

Selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, PNS wajib:

a.    menghadiri dan mengucapkan sumpah/janji PNS;

b.    menghadiri dan mengucapkan sumpah/janji jabatan;

c.     mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;

d.    melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan keamanan negara atau merugikan keuangan negara;

e.    melaporkan harta kekayaan kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f.      Masuk Kerja dan menaati ketentuanjam kerja;

g.    menggunakan dan memelihara barang milik negara dengan sebaik-baiknya;

h.    memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kompetensi; dan

i.      menolak segala bentuk pemberian yang berkaitan dengan tugas dan fungsi kecuali penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


 Bagian Ketiga
Larangan

Pasal 5

PNS dilarang:

a.    menyalahgunakan wewenang;

b.    menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain yang diduga terjadi konflik kepentingan dengan jabatan;

c.     menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain;

d.    bekerja pada lembaga atau organisasi internasional tanpa izin atau tanpa ditugaskan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian;

e.    bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing kecuali ditugaskan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian;

f.      memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen, atau surat berharga milik negara secara tidak sah;

g.    melakukan pungutan di luar ketentuan;

h.    melakukan kegiatan yang merugikan negara;

i.      bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;

j.      menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

k.     menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaan;

l.      meminta sesuatu yang berhubungan dengan jabatan;

m.   melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani; dan

n.    memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:

1.    ikut kampanye;

2.    menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;

3.    sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain;

4.    sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;

5.    membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye;

6.    mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau

7.    memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.

Pasal 6

Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban PNS MasukKerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB III
HUKUMAN DISIPLIN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 7

PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 5 dijatuhi Hukuman Disiplin.

Bagian Kedua
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin

Pasal 8

1.    Tingkat Hukuman Disiplin terdiri atas:

a.    Hukuman Disiplin ringan;

b.    Hukuman Disiplin sedang; atau

c.     Hukuman Disiplin berat.

2.    Jenis Hukuman Disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a.    teguran lisan;

b.    teguran tertulis; atau

c.     pernyataan tidak puas secara tertulis.

3.    Jenis Hukuman Disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

a.    pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua puluh lima persen) selama 6 (enam) bulan;

b.    pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua puluh lima persen) selama 9 (sembilan) bulan; atau

c.     pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua puluh lima persen)selama 12 (dua belas) bulan.

4.    Jenis Hukuman Disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:

a.    penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan;

b.    pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 (dua belas) bulan; dan

c.     pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

Bagian Ketiga
Jenis Pelanggaran dan Hukuman

Paragraf 1
Pelanggaran Terhadap Kewajiban

Pasal 9

1.    Hukuman Disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:

a.    melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, apabila pelanggaran berdampak negatif pada Unit Kerja;

b.    Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, apabila pelanggaran berdampak negatif pada Unit Kerja;

c.     melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, apabila pelanggaran berdampak negatif pada Unit Kerja;

d.    menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, apabila pelanggaran berdampak negatif pada Unit Kerja;

e.    menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g, apabila pelanggaran berdampak negatif pada Unit Kerja; dan

f.      bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf h, apabila pelanggaran berdampaknegatif pada Unit Kerja.

2.    Hukuman Disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf dijatuhkan bagi PNS yangtidak memenuhi ketentuan:

a.    mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, apabila pelanggaran berdampak negatif pada Unit Kerja;

b.    Masuk Kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruff yang berdampak pada Unit Kerja berupa:

1.    teguran lisan bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 3 (tiga) hari kerja dalam 1 (satu) tahun;

2.    teguran tertulis bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 4 (empat) sampai dengan 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) tahun; dan

3.    pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 7 (tujuh) sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja dalam 1 (satu) tahun.

c.     menggunakan dan memelihara barang milik negara dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g, apabila pelanggaran berdampak negatif pada Unit Kerja; dan

d.    memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf h, apabila pelanggaran berdampak negatif pada Unit Kerja.

Pasal 10

1.    Hukuman Disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:

a.    menjaga persatuan dan kesatuan bangsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, apabila pelanggaran berdampak negatif pada Unit Kerja dan/atau instansi yang bersangkutan;

b.    melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hurufc, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;

c.     menaati ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;

d.    melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;

e.    menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;

f.      menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan; dan

g.    bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf h, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan.

2.    Hukuman Disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dijatuhkan bagi PNS yang tidak memenuhi ketentuan:

a.    menghadiri dan mengucapkan sumpah/janji PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, apabila pelanggaran dilakukan tanpa alasan yang sah;

b.    menghadiri dan mengucapkan sumpah/janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, apabila pelanggaran dilakukan tanpa alasan yang sah;

c.     mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;

d.    melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan keamanan negara atau merugikan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;

e.    melaporkan harta kekayaan kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e yang dilakukan pejabat administrator dan pejabat fungsional;

f.      Masuk Kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f berupa:

1.    pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua puluh lima persen) selama 6 (enam) bulan bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 11 (sebelas) sampai dengan 13 (tiga belas) hari kerja dalam 1 (satu) tahun;

2.    pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua puluh lima persen) selama 9 (sembilan) bulan bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 14 (empat belas) sampai dengan 16 (enam belas) hari kerja dalam 1 (satu) tahun; dan

3.    pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua puluh lima persen) selama 12 (dua belas) bulan bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 17 (tujuh belas) sampai dengan 20 (dua puluh) hari kerja dalam 1 (satu) tahun.

g.    menggunakan dan memelihara barang milik negara dengan sebaik-baiknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan; dan

h.    memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf h, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan.

Pasal 11

1.    Hukuman Disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap kewajiban:

a.    setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, apabila pelanggaran berdampak negatif pada Unit Kerja, instansi, dan/atau negara;

b.    menjaga persatuan dan kesatuan bangsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, apabila pelanggaran berdampak negatif pada negara;

c.     melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, apabila pelanggaran berdampak negatif pada negara;

d.    menaati ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, apabila pelanggaran berdampak negatif pada negara;

e.    melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, apabila pelanggaran berdampak negatif pada negara;

f.      menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, apabila pelanggaran berdampak negatif pada negara;

g.    menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g, apabila pelanggaran berdampak negatif pada negara; dan

h.    bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf h, apabila pelanggaran berdampak negatif pada negara.

2.    Hukuman Disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dijatuhkan bagi PNS yang tidak memenuhi ketentuan:

a.    mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, apabila pelanggaran berdampak negatif pada negara dan/atau pemerintah;

b.    melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan keamanan negara atau merugikan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, apabila pelanggaran berdampak negatif pada negara dan/atau pemerintah;

c.     melaporkan harta kekayaan kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e yang dilakukan pejabat pimpinan tinggi dan pejabat lainnya;

d.    Masuk Kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f berupa:

1.    penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 21 (dua puluh satu) sampai dengan 24 (dua puluh empat) hari kerja dalam 1 (satu) tahun;

2.    pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 (dua belas) bulan bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 25 (dua puluh lima) sampai dengan 27 (dua puluh tujuh) hari kerja dalam 1 (satu) tahun;

3.    pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 28 (dua puluh delapan) hari kerja atau lebih dalam 1 (satu) tahun; dan

4.    pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS bagi PNS yang tidak Masuk Kerja tanpa alasan yang sah secara terus menerusselama 10 (sepuluh) hari kerja.

e.    menolak segala bentuk pemberian yang berkaitan dengan tugas dan fungsi kecuali penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 hurufi.

Paragraf 2
Pelanggaran Terhadap Larangan

Pasal 12

Hukuman Disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf dijatuhkan bagi PNS yang melanggar ketentuan larangan:

a.    memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau. meminjamkan barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen, atau surat berharga milik negara secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f,apabila pelanggaran berdampak negatif pada Unit Kerja;

b.    melakukan kegiatan yang merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h, apabila pelanggaran berdampak negatifpada Unit Kerja;

c.     bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 hurufi, apabila pelanggaran berdampak negatifpada Unit Kerja;

d.    menghalangi berjalannya tugas kedinasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf j, apabila pelanggaran berdampak negatif pada Unit Kerja.

Pasal 13

Hukuman Disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dijatuhkan bagi PNS yang melanggar ketentuan larangan:

a.    memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen, atau surat berharg amilik negara secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruff, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;

b.    melakukan pungutan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g, apabila pelanggaran berdampak negatif pada Unit Kerja dan/atau instansi yang bersangkutan;

c.     melakukan’ kegiatan yang merugikan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;

d.    bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;

e.    melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf m, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan;

f.      menghalangi berjalannya tugas kedinasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf j, apabila pelanggaran berdampak negatif pada instansi yang bersangkutan; dan

g.    memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf n angka 2.

Pasal 14

Hukuman Disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dijatuhkan bagi PNS yang melanggar ketentuan larangan:

a.    menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a;

b.    menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain yang diduga terjadi konflik kepentingan dengan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b;

c.     menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional tanpa izin atau tanpa ditugaskan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c dan huruf d;

d.    bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing kecuali ditugaskan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e;

e.    memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen, atau surat berharga milik negara secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f, apabila pelanggaran berdampak negatif pada negara dan/atau pemerintah;

f.      melakukan pungutan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g, apabila pelanggaran berdampak negatif pada negara dan/atau pemerintah;

g.    menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf k;

h.    meminta sesuatu yang berhubungan dengan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf 1;

i.      memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf n angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, dan angka 7 dengan cara:

1.    sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain;

2.    sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;

3.    membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye;

4.    mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau

5.    memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.

Pasal 15

1.    Pelanggaran terhadap kewajiban Masuk Kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir tahun berjalan.

2.    PNS yang tidak Masuk Kerja dan tidak menaati ketentuan jam kerja tanpa alasan yang sah secara terus menerus selama 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d angka 4) diberhentikan pembayaran gajinya sejak bulan berikutnya.

Bagian Keempat
Pejabat yang Berwenang Menghukum

Pasal 16

Pejabat yang Berwenang Menghukum terdiri atas:

a.    Presiden;

b.    Pejabat Pembina Kepegawaian;

c.     Kepala Perwakilan Republik Indonesia;

d.    Pejabat Pimpinan Tinggi Madya atau pejabat lain yang setara;

e.    Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama atau pejabat lain yang setara;

f.      Pejabat Administrator atau pejabat lain yang setara; dan

g.    Pejabat Pengawas atau pejabat lain yang setara.

Pasal 17

1.    Presiden menetapkan penjatuhan Hukuman Disiplin bagi PNS yang menduduki:

a.    Jabatan Pimpinan Tinggi Utama; dan

b.    Jabatan Pimpinan Tinggi Madya yang merupakan Pejabat Pembina Kepegawaian,

untuk semua jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).

2.    Presiden menetapkan penjatuhan Hukuman Disiplin bagi PNS yang menduduki:

a.    Jabatan Pimpinan Tinggi Madya;

b.    Jabatan Fungsional Jenjang Ahli Utama; dan

c.     Jabatan lain yang pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden,

untuk jenis Hukuman Disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf c.

3.    Penjatuhan Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan usul:

a.    Menteri yang mengoordinasikan bagi PNS yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi Utama; dan

b.    Pejabat Pembina Kepegawaian bagi PNS yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan jabatan lainyang pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden.

Pasal 18

1.    Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi Daerah Provinsi menetapkan penjatuhan Hukuman Disiplin bagi Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungannya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a dan huruf b.

2.    Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi Daerah Provinsi menetapkan penjatuhan Hukuman Disiplin bagi:

a.    Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungannya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4);

b.    Pejabat Fungsional jenjang Ahli Utama untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a dan huruf b;

c.     Pejabat Administrator ke bawah di lingkungannya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4); dan

d.    Pejabat Fungsional selain Pejabat Fungsional jenjang Ahli Utama di lingkungannya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4).

3.    Pejabat Pembina Kepegawaian Instansi Daerah Kabupaten/Kota menetapkan penjatuhan Hukuman Disiplin bagi:

a.    Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungannya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4);

b.    Pejabat Fungsional jenjang Ahli Utama untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) huruf a dan huruf b;

c.     Pejabat Administrator ke bawah di lingkungannya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4); dan

d.    Pejabat Fungsional selain Pejabat Fungsional jenjang Ahli Utama di lingkungannya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4).

Pasal 19

Kepala Perwakilan Republik Indonesia berwenang menjatuhkan Hukuman Disiplin bagi:

a.    PNS di lingkungannya yang berada 1 (satu) tingkat di bawahnya untuk jenis Hukuman Disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2); dan

b.    PNS di lingkungannya yang berada 2 (dua) tingkat di bawahnya untuk jenis Hukuman Disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3).

Pasal 20

Pejabat Pimpinan Tinggi Madya atau pejabatlain yang setara di lingkungan Pusat dan Provinsi, berwenang menjatuhkan Hukuman Disiplin bagi:

a.    PNS di lingkungannya yang berada 1 (satu) tingkat di bawahnya untuk jenis Hukuman Disiplin ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2); dan

b.    PNS di lingkungannya yang berada 2 (dua) tingkat di bawahnya untuk jenis Hukuman Disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3).

Pasal 21

Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama atau pejabat lain yang setara di lingkungan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota berwenang menjatuhkan Hukuman Disiplin bagi:

a.    PNS di lingkungannya yang berada 1 (satu) tingkat di bawahnya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2);

b.    PNS di lingkungannya yang berada 2 (dua) tingkat di bawahnya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3); dan

c.     Pejabat Fungsional di lingkungannya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3).

Pasal 22

1.    Pejabat Administrator atau pejabat lain yang setara di lingkungan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota berwenang menjatuhkan Hukuman Disiplin bagi:

a.    PNS di lingkungannya yang berada 1 (satu) tingkat di bawahnya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2);

b.    PNS di lingkungannya yang berada 2 (dua) tingkat di bawahnya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3); dan

c.     Pejabat Fungsional di lingkungannya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3).

2.    Dalam hal tidak terdapat jabatan administrator pada Unit Kerja di lingkungan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, Pejabat Fungsional jenjang Ahli Madya tertentu dapat menjatuhkan Hukuman Disiplin bagi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

3.    Pejabat Fungsional jenjang Ahli Madya tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian.

Pasal 23

1.    Pejabat Pengawas atau pejabat lain yang setara di lingkungan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota berwenang menjatuhkan Hukuman Disiplin bagi:

a.    PNS di lingkungannya yang berada 1 (satu) tingkat di bawahnya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2);

b.    PNS di lingkungannya yang berada 2 (dua) tingkat di bawahnya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3); dan

c.     Pejabat Fungsional di lingkungannya untuk jenis Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).

2.    Dalam hal tidak terdapat jabatan pengawas pada unit kerja di lingkungan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, Pejabat Fungsional jenjang Ahli Muda tertentu dapat menjatuhkan Hukuman Disiplin bagi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

3.    Pejabat Fungsional jenjang Ahli Muda tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian.

Pasal 24

1.    Pejabat yang Berwenang Menghukum wajib menjatuhkan Hukuman Disiplin kepada PNS yang melakukan Pelanggaran Disiplin.

2.    Dalam hal Pejabat yang Berwenang Menghukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjatuhkan Hukuman Disiplin kepada PNS yang melakukan Pelanggaran Disiplin, Pejabat yang Berwenang Menghukum dijatuhi Hukuman Disiplin oleh atasannya.

3.    Dalam hal Pejabat yang Berwenang Menghukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjatuhkan Hukuman Disiplin yang sesuai Pelanggaran Disiplin yang dilakukan oleh PNS, maka Pejabat yang Berwenang Menghukum dijatuhi Hukuman Disiplin yang lebih berat.

4.    Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dijatuhkan setelah melalui proses pemeriksaan.

5.    Atasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga menjatuhkan Hukuman Disiplin terhadap PNS yang melakukan Pelanggaran Disiplin.

Pasal 25

Dalam hal tidak terdapat Pejabat yang Berwenang Menghukum, maka kewenangan menjatuhkan Hukuman Disiplin menjadi kewenangan pejabat yang lebih tinggi.

Bagian Kelima
Tata Cara Pemeriksaan, Penjatuhan, dan
Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin

Pasal 26

1.    PNS yang diduga melakukan Pelanggaran Disiplin dipanggil secara tertulis oleh atasan langsung untuk dilakukan pemeriksaan.

2.    Jarak waktu antara tanggal surat panggilan dengan tanggal pemeriksaan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja.

3.    Apabila pada tanggal yang ditentukan pada surat panggilan pertama yang bersangkutan tidak hadir, maka dilakukan pemanggilan kedua paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal seharusnya yang bersangkutan diperiksa pada pemanggilan pertama.

4.    Apabila pada pemanggilan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) PNS yang bersangkutan tidak hadir juga, maka Pejabat yang Berwenang Menghukum menjatuhkan Hukuman Disiplin berdasarkan alat bukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan.

Pasal 27

1.    Atasan langsung wajib memeriksa PNS yang diduga melakukan Pelanggaran Disiplin sebelum PNS dijatuhi Hukuman Disiplin.

2.    Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertutup melalui tatap muka langsung maupun secara virtual dan hasilnya dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan.

3.    Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan kewenangan menjatuhkan Hukuman Disiplin merupakan kewenangan atasan langsung, maka atasan langsung tersebut wajib menjatuhkan Hukuman Disiplin.

4.    Dalam hal sesuai hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan kewenangan penjatuhan Hukuman Disiplin merupakan kewenangan pejabat yang lebih tinggi, maka atasan langsung wqjib melaporkan berita acara pemeriksaan dan hasil pemeriksaan secara hierarki.

Pasal 28

1.    Atasan langsung yang tidak melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap PNS yang diduga melakukan Pelanggaran Disiplin, dan/atau melaporkan hasil pemeriksaan kepada Pejabat yang Berwenang Menghukum dijatuhi Hukuman Disiplin.

2.    Pejabat yang Berwenang Menghukum menjatuhkan Hukuman Disiplin yang lebih berat kepada atasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah melalui proses pemeriksaan.

Pasal 29

1.    Pelanggaran terhadap kewajiban dan/atau larangan dengan Hukuman Disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 13 dapat dilakukan pemeriksaan oleh tim pemeriksa.

2.    Pelanggaran terhadap kewajiban dan/atau larangan dengan Hukuman Disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 14 dilakukan pemeriksaan oleh tim pemeriksa.

3.    Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri dari atasan langsung, unsur pengawasan, dan unsur kepegawaian.

4.    Dalam hal tertentu tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melibatkan pejabat lain yang ditunjuk.

5.    Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibentuk oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk.

6.    Dalam hal atasan langsung PNS yang diduga melakukan Pelanggaran Disiplin terlibat dalam pelanggaran tersebut, maka yang menjadi anggota tim pemeriksa adalah atasan yang lebih tinggi secara berjenjang.

Pasal 3O

Atasan langsung, tim pemeriksa, atau Pejabat yang Berwenang Menghukum dapat meminta keterangan dari pihak lain dalam pemeriksaan dugaan Pelanggaran Disiplin.

Pasal 31

1.    Untuk kelancaran pemeriksaan, PNS yang diduga melakukan Pelanggaran Disiplin dan kemungkinan akan dijatuhi Hukuman Disiplin berat, dapat dibebaskan sementara dari tugas jabatannya oleh atasan langsung sejak yang bersangkutan diperiksa.

2.    Pembebasan sementara dari tugas jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai dengan ditetapkannya keputusan Hukuman Disiplin.

3.    Selama PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan sementara dari tugas jabatannya, diangkat pejabat pelaksana harian.

4.    PNS yang dibebaskan sementara dari tugas jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5.    Dalam hal atasan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada, maka pembebasan sementara dari tugas jabatannya dilakukan oleh pejabat yang lebih tinggi.

Pasal 32

1.    Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) harus ditandatangani oleh pejabat yang memeriksa dan PNS yang diperiksa secara langsung maupun secara virtual.

2.    Dalam hal PNS yang diperiksa tidak bersedia menandatangani berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berita acara pemeriksaan tersebut tetap dijadikan sebagai dasar untuk menjatuhkan Hukuman Disiplin.

3.    PNS yang diperiksa berhak mendapat salinan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 33

1.    Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 Pejabat yang Berwenang Menghukum menjatuhkan Hukuman Disiplin.

2.    Dalam keputusan Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disebutkan Pelanggaran Disiplin yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.

Pasal 34

Hasil pemeriksaan unsur pengawasan dan/atau unit yang mempunyai tugas pengawasan dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan dan/atau melengkapi pertimbangan untuk menjatuhkan Hukuman Disiplin terhadap PNS yang diduga melakukan Pelanggaran Disiplin.

Pasal 35

1.    PNS yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan beberapa Pelanggaran Disiplin, terhadapnya hanya dapat dijatuhi 1 (satu) jenis Hukuman Disiplin yang terberat setelah mempertimbangkan pelanggaran yang dilakukan.

2.    PNS yang pernah dijatuhi Hukuman Disiplin, kemudian melakukan Pelanggaran Disiplin yang sifatnya sama, kepadanya dijatuhi jenis Hukuman Disiplin yang lebih berat dari Hukuman Disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan kepadanya.

3.    PNS tidak dapat dijatuhi Hukuman Disiplin 2 (dua) kali atau lebih untuk 1 (satu) Pelanggaran Disiplin.

4.    Dalam hal PNS yang akan dijatuhi Hukuman Disiplin merupakan PNS yang mendapatkan penugasan khusus dan jenis Hukuman Disiplin yang akan dijatuhkan bukan merupakan kewenangan pimpinan instansi atau Kepala Perwakilan tempat penugasan khusus, maka pimpinan instansi atau Kepala Perwakilan mengusulkan penjatuhan Hukuman Disiplin kepada pimpinan instansi induk disertai berita acara pemeriksaan.

Pasal 36

1.    Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) terdapat indikasi penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian keuangan negara, maka atasan langsung atau tim pemeriksa wajib berkoordinasi dengan aparat pengawas intern pemerintah.

2.    Dalam hal indikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti, aparat pengawas intern pemerintah merekomendasikan Pejabat Pembina Kepegawaian untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum.

Pasal 37

1.    Setiap penjatuhan Hukuman Disiplin ditetapkan dengan keputusan Pejabat yang Berwenang Menghukum.

2.    Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada PNS yang dijatuhi Hukuman Disiplin oleh Pejabat yang Berwenang Menghukum atau pejabat lain yang ditunjuk.

3.    Penyampaian keputusan Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak keputusan ditetapkan.

4.    Dalam hal PNS yang dijatuhi Hukuman Disiplin tidak hadir pada saat penyampaian keputusan Hukuman Disiplin, keputusan dikirim kepada yang bersangkutan.

BAB IV
BERLAKUNYA HUKUMAN DISIPLIN
DAN PENDOKUMENTASIAN KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN

Bagian Kesatu
Berlakunya Hukuman Disiplin

Pasal 38

1.    Keputusan Hukuman Disiplin berlaku pada hari ke-15 (lima belas) sejak diterima.

2.    Keputusan Hukuman Disiplin yang diajukan Upaya Administratif berlaku sesuai dengan keputusan upaya administratifnya.

3.    Ketentuan lebih lanjut mengenai Upaya Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.

Bagian Kedua
Pendokumentasian Keputusan Hukuman Disiplin

Pasal 39

1.    Keputusan Hukuman Disiplin harus didokumentasikan oleh pejabat pengelola kepegawaian di instansi yang bersangkutan.

2.    Dokumen keputusan Hukuman Disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai salah satu bahan penilaian daiam pembinaan PNS yang bersangkutan.

3.    Pendokumentasian keputusan Hukuman Disiplin termasuk dokumen dalam pemeriksaan diunggah ke dalam sistem yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 40

1.    Hukuman Disiplin yang telah dijatuhkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan sedang dijalani oleh PNS yang bersangkutan dinyatakan tetap berlaku.

2.    Keberatan yang diajukan kepada atasan Pejabat yang Berwenang Menghukum atau banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini diselesaikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135) beserta peraturan pelaksanaannya.

3.    Pelanggaran Disiplin yang dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan belum dilakukan pemeriksaan, maka berlaku ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

4.    Pelanggaran Disiplin yang telah dilakukan pemeriksaan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah, maka hasil pemeriksaan tetap berlaku dan proses selanjutnya berlaku ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 41

PNS yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3250) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3424), dijatuhi salah satu jenis Hukuman Disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 42

1.    Ketentuan tingkat dan jenis Hukuman Disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dalam Peraturan Pemerintah ini, berlaku setelah Peraturan Pemerintah mengenai Gaji dan Tunjangan berlaku.

2.    Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah mengenai Gaji dan Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penjatuhan Hukuman Disiplin sedang berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 43

Ketentuan Peraturan Pemerintah ini mutatis mutandis berlaku untuk calon PNS.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44

Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Badan Kepegawaian Negara.

Pasal 45

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

1.    Peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan mengenai Disiplin PNS yang ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini;

2.    Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 8,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3021) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan

3.    Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lkembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135), sepanjang tidak mengatur jenis Hukuman Disiplin sedang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 46

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.