Perubahan UU Nomor 18 Tahun 2013 terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
UU Nomor 18 Tahun 2013 |
UU
Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja |
Pasal 1 |
Pasal
1 |
1.
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
komunitas alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan
yang lainnya. 2.
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang
ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan
tetap. 3.
Perusakan hutan adalah proses, cara, atau
perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan
hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan
tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang
telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh Pemerintah. 4.
Pembalakan liar adalah semua kegiatan
pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang terorganisasi. 5.
Penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
adalah kegiatan terorganisasi yang dilakukan di dalam kawasan hutan untuk
perkebunan dan/atau pertambangan tanpa izin Menteri. 6.
Terorganisasi adalah kegiatan yang
dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur, yang terdiri atas 2 (dua) orang
atau lebih, dan yang bertindak secara bersamasama pada waktu tertentu dengan
tujuan melakukan perusakan hutan, tidak termasuk kelompok masyarakat yang
tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan yang melakukan perladangan
tradisional dan/atau melakukan penebangan kayu untuk keperluan sendiri dan
tidak untuk tujuan komersial. 7.
Pencegahan perusakan hutan adalah segala
upaya yang dilakukan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya perusakan
hutan. 8.
Pemberantasan perusakan hutan adalah segala
upaya yang dilakukan untuk menindak secara hukum terhadap pelaku perusakan
hutan baik langsung, tidak langsung, maupun yang terkait lainnya. 9.
Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk
memanfaatkan kawasan hutan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu dan bukan kayu,
serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. 10.
Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah
kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu melalui
kegiatan penebangan, permudaan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran dengan
tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. 11.
Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah
izin usaha yang diberikan oleh Menteri untuk memanfaatkan hasil hutan berupa
kayu pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan,
pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran. 12.
Surat keterangan sahnya hasil hutan adalah
dokumendokumen yang merupakan bukti legalitas hasil hutan pada setiap segmen
kegiatan dalam penatausahaan hasil hutan. 12. 13.
Hasil hutan kayu adalah hasil hutan berupa
kayu bulat, kayu bulat kecil, kayu olahan, atau kayu pacakan yang berasal
dari kawasan hutan. 14.
Pohon adalah tumbuhan yang batangnya
berkayu dan dapat mencapai ukuran diameter 10 (sepuluh) sentimeter atau lebih
yang diukur pada ketinggian 1,50 (satu koma lima puluh) meter di atas
permukaan tanah. 15.
Polisi Kehutanan adalah pejabat tertentu
dalam lingkup instansi kehutanan pusat dan/atau daerah yang sesuai dengan
sifat pekerjaannya menyelenggarakan dan/atau melaksanakan usaha pelindungan
hutan yang oleh kuasa undang-undang diberikan wewenang kepolisian khusus di
bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang
berada dalam satu kesatuan komando. 16.
Pejabat adalah orang yang diperintahkan
atau orang yang karena jabatannya memiliki kewenangan dengan suatu tugas dan
tanggung jawab tertentu. 17.
Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang
selanjutnya disingkat PPNS adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu dalam
lingkup instansi kehutanan pusat dan daerah yang oleh undang-undang diberi
wewenang khusus dalam penyidikan di bidang kehutanan dan konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya. 18.
Saksi adalah orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan dialami
sendiri. 19.
Pelapor adalah orang yang memberitahukan
adanya dugaan, sedang, atau telah terjadinya perusakan hutan kepada pejabat
yang berwenang. 20.
Informan adalah orang yang menginformasikan
secara rahasia adanya dugaan, sedang, atau telah terjadinya perusakan hutan
kepada pejabat yang berwenang. 21.
Setiap orang adalah orang perseorangan
dan/atau korporasi yang melakukan perbuatan perusakan hutan secara
terorganisasi di wilayah hukum Indonesia dan/atau berakibat hukum di wilayah
hukum Indonesia. 22.
Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau
kekayaan yang teroganisasi, baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.
23.
Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 24.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati
atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah. 25.
Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan. |
1.
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan
antara yang satu dan yang lainnya. 2.
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang
ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan
tetap. 3.
Perusakan hutan adalah
proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar,
penggunaan kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha atau penggunaan Pertzinan
Berusaha yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian Perizinan
Berusaha di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk,
ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh Pemerintah Pusat. 4.
Pembalakan liar adalah semua kegiatan
pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang terorganisasi. 5.
Penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
adalah kegiatan terorganisasi yang dilakukan di dalam kawasan hutan untuk
perkebunan dan/atau pertambangan tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat. 6.
Terorganisasi adalah kegiatan yang
dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur, yang terdiri atas 2 (dua)
orang atau lebih, dan yang bertindak secara bersama-sama pada waktu tertentu
dengan tujuan melakukan perusakan hutan, tidak termasuk kelompok masyarakat
yang tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan yang melakukan
perladangan tradisional dan/atau melakukan penebangan kayu untuk keperluan
sendiri dan tidak untuk tujuan komersial. 7.
Pencegahan perusakan hutan adalah segala
upaya yang dilakukan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya perusakan
hutan. 8.
Pemberantasan perusakan hutan adalah segala
upaya yang dilakukan untuk menindak secara hukum terhadap pelaku perusakan
hutan baik langsung, tidak langsung, maupun yang terkait lainnya. 9.
Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk
memanfaatkan kawasan hutan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu dan bukan
ka5ru, serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil
untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. 10.
Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah
kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa ka).u melalui
kegiatan penebangan, permudaan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran dengan
tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. 11.
Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan
hasil hutan adalah Perizinan Berusaha dari Pemerintah untuk memanfaatkan
hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau
penebangan, pengayaan, pemeliharaan) dan pemasaran. 12.
Surat keterangan sahnya hasil hutan adalah
dokumen-dokumen yang merupakan bukti legalitas hasil hutan pada setiap segmen
kegiatan dalam penatausahaan hasil hutan. 13.
Hasil hutan kayu adalah hasil hutan berupa
kayu bulat, kayu bulat kecil, kayu olahan, atau kayu pacakan yang berasal
dari kawasan hutan. 14.
Pohon adalah tumbuhan yang batangnya
berkayu dan dapat mencapai ukuran diameter 10 (sepuluh) sentimeter atau lebih
yang diukur pada ketinggian 1,50 (satu koma lima puluh) meter di atas
permukaan tanah. 15.
Polisi Kehutanan adalah pejabat tertentu
dalam lingkup instansi kehutanan pusat dan/atau daerah yang sesuai dengan
sifat pekerjaannya menyelenggarakan dan/atau melaksanakan usaha pelindungan
hutan yang oleh kuasa Undang-Undang diberikan wewenang kepolisian khusus di
bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang
berada dalam satu kesatuan komando. 16.
Pejabat adalah orang yang diperintahkan
atau orang yang karena jabatannya memiliki kewenangan dengan suatu tugas dan
tanggung jawab tertentu. 17.
Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang
selanjutnya disingkat PPNS adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu dalam
lingkup instansi kehutanan pusat dan daerah yang oleh UndangUndang diberi
wewenang khusus dalam penyidikan di bidang kehutanan dan konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya. 18.
Saksi adalah orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan dialami
sendiri. 19.
Pelapor adalah orang yang memberitahukan
adanya dugaan, sedang, atau telah terjadinya perusakan hutan kepada pejabat
yang berwenang. 20.
Informan adalah orang yang menginformasikan
secara rahasia adanya dugaan, sedang, atau telah terjadinya perusakan hutan
kepada pejabat yang berwenang. 21.
Setiap orang adalah orang perseorangan
dan/atau korporasi yang melakukan perbuatan perusakan hutan secara terorganisasi
di wilayah hukum Indonesia dan/atau berakibat hukum di wilayah hukum
Indonesia. 22.
Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau
kekayaan yang teroganisasi, baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.
23.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang
dibantu oleh wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 24.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 25.
Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan. 25. |
Penjelasan: (Cukup Jelas) Analisis: Terdapat beberapa perubahan kata dalam UU terbaru seperti kata
“izin” berubah menjadi “Perizinan Berusaha |
|
Pasal
2 (Masih berlaku) |
Pasal 2 |
Pencegahan dan pemberantasan
perusakan hutan berasaskan: a.
keadilan dan kepastian hukum; b.
keberlanjutan; c.
tanggung jawab negara; d.
partisipasi masyarakat; e.
tanggung gugat; f.
prioritas; dan
keterpaduan dan
koordinasi |
(tidak ada perubahan) |
Penjelasan: a. Yang
dimaksud dengan ”keadilan dan
kepastian hukum” adalah pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang
diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan
perundang-undangan dan penegakan hukum berlaku untuk semua lapisan
masyarakat.Yang dimaksud dengan ”keberlanjutan” adalah
setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi
mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi untuk menjaga
kelestarian hutan. b. Yang
dimaksud dengan ”tanggung jawab negara” adalah pencegahan dan pemberantasan
perusakan hutan merupakan tanggung jawab negara untuk melakukannya agar
kelestarian hutan tetap terjaga. c. Yang
dimaksud “partisipasi masyarakat” adalah bahwa keterlibatan masyarakat dalam
melakukan kegiatan pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan memiliki
peran yang sangat signifikan dalam rangka menjaga kelestarian hutan. d. Yang
dimaksud dengan ”tanggung gugat” adalah bahwa evaluasi kinerja pencegahan dan
pemberantasan perusakan hutan dilaksanakan dengan mengevaluasi pelaksanaan
yang telah dilakukan dengan perencanaan yang telah dibuat secara sederhana,
terukur, dapat dicapai, rasional, dan kegiatannya dapat dijadwalkan e. Yang
dimaksud ”prioritas” adalah bahwa perkara perusakan hutan merupakan perkara
yang perlu penanganan segera sehingga penanganan penyelidikan, penyidikan,
ataupun penuntutan perlu didahulukan. f. Yang
dimaksud dengan ”keterpaduan dan koordinasi” adalah kegiatan pencegahan dan
pemberantasan perusakan hutan diselenggarakan dengan mengintegrasikan
berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas pemangku
kepentingan, dan koordinasi antarsektor dan antarkepentingan sangat
diperlukan. Pemangku kepentingan antara lain Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan masyarakat. |
|
Pasal 3 (Masih
berlaku) |
Pasal 3 |
Pencegahan dan pemberantasan
perusakan hutan bertujuan: a.
menjamin
kepastian hukum dan memberikan efek jera bagi pelaku perusakan hutan; b.
menjamin keberadaan hutan secara berkelanjutan dengan
tetap menjaga kelestarian dan tidak merusak lingkungan serta ekosistem
sekitarnya; c.
mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan
dengan memperhatikan keseimbangan fungsi hutan guna terwujudnya masyarakat
sejahtera; d.
meningkatnya kemampuan dan koordinasi aparat penegak
hukum dan pihak-pihak terkait dalam menangani pencegahan dan pemberantasan
perusakan hutan. |
(Tidak ada perubahan) |
Penjelasan: (Cukup Jelas) |
|
Pasal 4 (Masih Berlaku) |
(Tidak ada Perubahan) |
Ruang
lingkup pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan meliputi: a. pencegahan perusakan hutan; b. pemberantasan perusakan hutan; c. kelembagaan; d. peran serta masyarakat; e. kerja sama internasional; f. pelindungan saksi, pelapor, dan
informan; g. pembiayaan; dan sanksi. |
|
Penjelasan: (Cukup Jelas) |
|
Pasal 5 (Masih Berlaku) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
berkewajiban melakukan pencegahan perusakan hutan. |
(Tidak ada perubahan) |
Penjelasan: (Cukup Jelas) |
|
Pasal 6 (Masih Berlaku) (1) Dalam rangka pencegahan perusakan
hutan, Pemerintah membuat kebijakan berupa: a.
koordinasi lintas sektor dalam pencegahan dan
pemberantasan perusakan hutan; b.
pemenuhan kebutuhan sumber daya aparatur pengamanan
hutan; c.
insentif bagi para pihak yang berjasa dalam menjaga
kelestarian hutan; d.
peta penunjukan kawasan hutan dan/atau koordinat
geografis sebagai dasar yuridis batas kawasan hutan; dan e.
pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pencegahan dan
pemberantasan perusakan hutan. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya menetapkan sumber kayu alternatif dengan
mendorong pengembangan hutan tanaman yang produktif dan teknologi pengolahan. (3) Selain membuat kebijakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), upaya pencegahan perusakan hutan dilakukan melalui
penghilangan kesempatan dengan meningkatkan peran serta masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai
penetapan sumber kayu alternatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Menteri. |
(Tidak ada perubahan) |
Penjelasan: Penetapan
sumber kayu alternatif dimaksudkan
untuk memenuhi permintaan domestik dan internasional terhadap produk kayu
yang senantiasa tumbuh pada saat pengurangan kapasitas industri pengolahan
kayu dilakukan. Pengembangan hutan tanaman yang produktif dikembangkan dengan
memanfaatkan lahan kritis dan lahan tidur seperti lahan bekas hak pengelolaan
hutan. |
|
Pasal 7 Pencegahan
perusakan hutan dilakukan oleh masyarakat, badan hukum, dan/atau korporasi
yang memperoleh izin pemanfaatan hutan. |
Pasal 7 Pencegahan perusakan hutan dilakukan
oleh masyarakat, badan hukum, dan/atau korporasi yang memperoleh Perizinan
Berusaha terkait pemanfaatan hutan |
Penjelasan: a. Yang
dimaksud dengan “masyarakat” adalah masyarakat setempat, masyarakat hukum
adat, dan masyarakat umum. b. Masyarakat
setempat merupakan masyarakat yang tinggal di dalam dan/atau sekitar hutan
yang merupakan kesatuan komunitas sosial berdasarkan mata pencaharian yang
bergantung pada hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal, serta
pengaturan tata tertib kehidupan bersama dalam wadah kelembagaan. c. Masyarakat
hukum adat adalah masyarakat tradisional yang masih terkait dalam bentuk
paguyuban, memiliki kelembagaan dalam bentuk pranata dan perangkat hukum adat
yang masih ditaati, dan masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah
hutan sekitarnya yang keberadaannya dikukuhkan dengan Peraturan Daerah. d. Masyarakat
umum adalah masyarakat di luar masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat. e. Badan
hukum yang dimaksud dalam Undang-Undang ini
adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha
milik swasta, dan koperasi. Analisis: Pada pasal ini
kata “izin” pada UU lama menjadi Perizinan Berusaha” di UU terbaru. |
|
Pasal 8 (Masih Berlaku) (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah
berkewajiban melakukan pemberantasan perusakan hutan. (2) Pemberantasan perusakan hutan
dilakukan dengan cara menindak secara
hukum pelaku perusakan hutan, baik langsung, tidak langsung, maupun
yang terkait lainnya. Tindakan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) meliputi penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan. |
(Tidak ada perubahan) |
Penjelasan: (Cukup Jelas) |
|
Pasal 9 (Masih Berlaku) Penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara
tindak pidana perusakan hutan dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang
berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini |
(Tidak ada perubahan) |
Penjelasan: (Cukup Jelas) |
|
Pasal 12 Setiap orang dilarang: a.
melakukan penebangan pohon
dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan; b.
melakukan penebangan pohon
dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang; c.
melakukan penebangan pohon
dalam kawasan hutan secara tidak sah; d.
memuat, membongkar,
mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di
kawasan hutan tanpa izin; e.
mengangkut, menguasai, atau
memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat
keterangan sahnya hasil hutan; e. f.
membawa alat-alat yang lazim
digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan
hutan tanpa izin pejabat yang berwenang; g.
membawa alat-alat berat
dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk
mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang
berwenang; h.
memanfaatkan hasil hutan kayu
yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar; i.
mengedarkan kayu hasil
pembalakan liar melalui darat, perairan, atau udara; j.
menyelundupkan kayu yang
berasal dari atau masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui
sungai, darat, laut, atau udara; k.
menerima, membeli, menjual,
menerima tukar, menerima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan yang
diketahui berasal dari pembalakan liar; l.
membeli, memasarkan, dan/atau
mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau
dipungut secara tidak sah; dan/atau m. menerima,
menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, dan/atau memiliki hasil
hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara
tidak sah. |
Pasal 12 a. melakukan
penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan Perizinan
Berusaha terkait pemanfaatan hutan; b. melakukan
penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat; c. melakukan
penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah; d. memuat,
membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil
penebangan di kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat; e. mengangkut,
menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara
bersama surat keterangan sahnya hasil hutan; f. membawa
alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon
di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat; g. membawa
alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazirn atau patut diduga akan
digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat; h. memanfaatkan
hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar; i. mengedarkan
kayu hasil pembalakan liar melalui darat, perairan, atau udara; j. menyelundupkan
kayu yang berasal dari atau masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia melalui sungai, darat, laut, atau udara; k. menerima,
membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, dan/atau memiliki hasil
hutan yang diketahui berasal dari pembalakan liar; l. membeli,
memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan
hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; dan/atau m. menerima,
menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, danf atau memiliki
hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau
dipungut secara tidak sah. |
Pasal 12 A |
Pasal 12 A |
|
(1) Orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar
kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 12 huruf a sampai dengan huruf
f dan/atau huruf h dikenai sanksi administratif. (2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan terhadap: (2) a. orang perseorangan atau kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di
dalam danf atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara
terus-menerus dan terdaftar dalam kebijakan penataan kawasan hutan; atau b. orang perseorangan yang telah mendapatkan sanksi sosial atau sanksi
adat. b. |
Pasal 17 |
Pasal 17 |
1.
Setiap orang dilarang: A.
membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lain yang lazim
atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan
dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri; B.
melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan
tanpa izin Menteri; C.
mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang
berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin; D.
menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil
tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa
izin; dan/atau E.
membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang dari
kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin. |
1. Setiap orang dilarang: A. membawa alat-alat berat danf atau alat-alat lain yang lazirn atau patut
diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau
mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat; B. melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat; C. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari
kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat; D. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil tambang yang
berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan
Berusaha dari Pemerintah Pusat; danf atau E. membeli, memasarkan, dan latau mengolah hasil tambang dari kegiatan
penambangan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah
Pusat. E. |
Pasal 17 A |
Pasal 17 A |
|
1.
Orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam
dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus
menerus yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf
c, danf atau huruf d dikenai sanksi administratif. 2.
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikecualikan terhadap: A. orang
perseorangan atau kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di dalam danf
atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara
terus-menerus dan terdaftar dalam kebijakan penataan kawasan hutan; atau B.
orang perseorangan yang telah mendapatkan sanksi sosial
atau sanksi adat |
Pasal 17 1.
Setiap orang dilarang: a.
membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lain yang lazim
atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan
dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri; b.
melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan
tanpa izin Menteri; c.
mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang
berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin; d.
menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil
tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa
izin; dan/atau e.
membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang dari
kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin. e. |
Pasal 17 Setiap
orang dilarang: a.
membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lain yang lazim
atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan
dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan dari
Pemerintah Pusat; b.
melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan
tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat; c.
mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang
berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan Perizinan Berusaha
dari Pemerintah Pusat;; d.
menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil
tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa
Perizinan Berusaha dariPemerintah Pusat
dan/atau e.
membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang dari
kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat |
|
Pasal 17 A Orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam
dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus
menerus yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf
c, danf atau huruf d dikenai sanksi administratif.
Pengenaan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan
terhadap: a. orang
perseorangan atau kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di dalam danf
atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara
terus-menerus dan terdaftar dalam kebijakan penataan kawasan hutan; atau b. orang perseorangan yang telah mendapatkan sanksi sosial atau sanksi adat |
Pasal 18 |
Pasal 18 |
(1)
Selain dikenai sanksi pidana, pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, huruf b, huruf c,
Pasal 17 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf e, dan Pasal 17 ayat (2) huruf b,
huruf c, dan huruf e yang dilakukan oleh badan hukum atau korporasi dikenai
sanksi administratif berupa: (1) a. paksaan pemerintah; b. uang paksa; dan/atau c. pencabutan izin. (2)
Ketentuan mengenai mekanisme dan tata cara penerapan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah |
(1) Selain dikenai sanksi pidana, pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, huruf b, huruf c, Pasa1 17 ayat
(1) huruf b, huruf c, huruf e, atau Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, atau
huruf e serta kegiatan lain di kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha yang
dilakukan oleh badan hukum atau korporasi dikenai sanksi administratif
berupa: (1) a.
teguran tertulis; b.
paksaan pemerintah; c.
denda administratif; d.
pembekuan Perizinan Berusaha; e. pencabutan Perizinan Berusaha. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria,
jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. |
Pasal 24 |
Pasal 24 |
Setiap orang dilarang: a.
memalsukan surat izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau
penggunaan kawasan hutan; b.
menggunakan surat izin palsu pemanfaatan hasil hutan kayu
dan/atau penggunaan kawasan hutan; dan/atau c.
memindahtangankan atau menjual izin yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang kecuali dengan persetujuan Menteri. c. |
Setiap orang dilarang: a.
memalsukan surat izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau
penggunaan kawasan hutan; b.
menggunakan surat izin palsu pemanfaatan hasil hutan kayu
dan/atau penggunaan kawasan hutan; dan/atau c.
memindahtangankan atau menjual Perizinan berusaha terkait
pemanfaatan hasil hutan kecuali dengan persetujuan dari Pemerintah Pusat. c. |
Pasal 28 |
Pasal 28 |
Setiap pejabat dilarang: a.
menerbitkan izin
pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan di dalam
kawasan hutan yang tidak sesuai dengan kewenangannya; b.
menerbitkan izin
pemanfaatan di dalam kawasan hutan dan/atau izin penggunaan kawasan hutan
yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c.
melindungi pelaku
pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah; d.
ikut serta atau
membantu kegiatan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara
tidak sah; e.
melakukan
permufakatan untuk terjadinya pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan
hutan secara tidak sah; f.
menerbitkan surat
keterangan sahnya hasil hutan tanpa hak; g.
dengan sengaja
melakukan pembiaran dalam melaksanakan tugas; dan/atau h.
lalai dalam
melaksanakan tugas. h.
|
Setiap pejabat dilarang: a.
menerbitkan Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hasil
hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan yang tidak
sesuai dengan kewenangannya; b.
menerbitkan Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan danf
atau Perizinan Berusaha terkait penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c.
melindungi pelaku pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan
hutan secara tidak sah; d.
ikut serta atau membantu kegiatan pembalakan liar dan/atau
penggunaan kawasan hutan secara tidak sah; e.
melakukan permufakatan untuk terjadinya pembalakan liar
dan f atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah; f.
menerbitkan surat keterangan sahnya hasil hutan tanpa hak;
g.
melakukan pembiaran dalam melaksanakan tugas dengan
sengaja; dan/atau h.
lalai dalam melaksanakan tugas. h.
|
Pasal 82 |
Pasal 82 |
1.
Orang
perseorangan yang dengan sengaja: 1. a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf a; b. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf b; dan/atau c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). c. |
2.
Orang
perseorangan yang dengan sengaja: 2. a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf a; b. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf b; dan/atau c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). c. |
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di
sekitar kawasan hutan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling
sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah). (3) Korporasi yang: a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf a; b. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf b; dan/atau a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). a. |
(2) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di
sekitar kawasan hutan kurang dari 5 (lima) tahun dan tidak terus menerus,
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000,00
(lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah). (3) Korporasi yang: a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a; b. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
tanpa memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf
b; dan/atau b. c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan
secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c’ dipidana bagi: · pengurusnya dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah); danf atau · korporasi dikenai pemberatan I 13 dari denda
pidana yang dijatuhkan. |
Pasal 83 |
Pasal 83 |
(1)
Orang
perseorangan yang dengan sengaja: a. memuat, membongkar, mengeluarkan, b. mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil
penebangan di kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf d; mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak
dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf e; dan/atau c. memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga
berasal dari hasil pembalakan liar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf
h dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar
lima ratus juta rupiah). (2). Orang perseorangan
yang karena kelalaiannya: a. memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai,
dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf d; |
(2)
Orang
perseorangan yang dengan sengaja: a.
memuat,
membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil
penebangan di kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
huruf d; b.
mengangkut,
menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara
bersama surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 huruf e; dan/atau c.
memanfaatkan
hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf h dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar
lima ratus juta rupiah). (2). Orang perseorangan
yang karena kelalaiannya: a. memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai,
dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf d; |
b. mengangkut, menguasai
atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat
keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e;
dan/atau c. memanfaatkan hasil
hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf h dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8
(delapan) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling
sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah). (3) Dalam hal tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf c
dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di
sekitar kawasan hutan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling
sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
b. mengangkut, menguasai
atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat
keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e;
dan/atau c. memanfaatkan hasil
hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf h dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8
(delapan) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling
sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah). (3)
Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (21
huruf c dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam
dan/atau di sekitar kawasan hutan kurang dari 5 (lima) tahun dan tidak secara
terus menerus, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
bulan dan paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling sedikit
Rp500.00O,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,OO
(lima ratus juta rupiah |
(4) Korporasi yang: a. memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut,
menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d; b. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil
hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil
hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e; dan/atau c.
memanfaatkan
hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf h c. dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). |
(4) Korporasi yang: a. memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut,
menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d; b.
mengangkut,
menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara
bersama surat keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 huruf e; dan/atau c.
memanfaatkan
hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf h. dipidana dengan pidana
penjara bagi pengurusnya paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah) dan/atau korporasi dikenakan pemberatan 1/3 dari denda pokoknya. (5) Dalam hal pelaku
tidak melaksanakan kewajiban pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda. |
PASAL 84 UU N0 18 TAHUN
2013 |
Pasal 84 |
1. Orang perseorangan yang dengan sengaja
membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau
membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf f dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (tahun) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana
denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Orang perseorangan yang karena kelalaiannya
membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau
membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf f dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 8 (delapan) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun serta pidana
denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 3. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat
tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) bulan serta paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)
dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 3.(4) Korporasi yang membawa alat-alat yang
lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam
kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah). 3. |
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja
membawa alat-alat yang Lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau
membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.00O,00 (lima miliar rupiah). (2) Orang perseorangan yang karena kelalaiannya
membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau
membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat
8 (delapan) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun serta pidana denda paling
sedikit Rp10.O00.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah). (3) Korporasi yang membawa alat-alat yang lazim
digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan
hutan tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf f
dipidana bagi: a. pengurusnya dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah); dan/atau b. korporasi dikenai pemberatan I 13 dari denda
pidana yang dijatuhkan. |
Pasal 85 |
Pasal 85 |
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja
membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut
diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa
izin pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf g
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama
10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Korporasi yang membawa alat-alat berat
dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk
mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf g dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). (2) |
1) Orang perseorangan yang dengan sengaja
membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut
diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan
tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf g dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah). 1) 2) Korporasi yang membawa alat-alat berat
dan/atau alat-alat lainnya yang l,azim atau patut diduga akan digunakan untuk
mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf g dipidana bagi: 2) a. pengurLrsnya pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit RpS.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah); dan/atau b. korporasi dikenai pemberatan I 13 dari denda
pidana yang dijatuhkan. b. |
Pasal 92 UU 18 tahun
2013 |
Pasal 92 UUCK |
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja: a. melakukan kegiatan
perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b; dan/atau b. membawa alat-alat
berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan
untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/atau mengangkut hasil kebun di dalam
kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
huruf a dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). |
1) Orang perseorangan yang dengan sengaja: a. melakukan kegiatan
perkebunan tanpa Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal L7 ayat (2) huruf b; dan/atau b. membawa alat-alat
berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan
untuk melakukan kegiatan perkebunan dan atau mengangkut hasil kebun di dalam
kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (2) huruf a dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
|
(2)
Korporasi
yang: a. melakukan kegiatan
perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b; dan/atau b. membawa alat-alat
berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan
untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/atau mengangkut hasil kebun di dalam
kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
huruf a dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun serta pidana denda paling sedikit
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). |
2) Korporasi yang: a. melakukan kegiatan
perkebunan tanpa Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b; dan/atau b. membawa alat-alat
berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan
untuk melakukan kegiatan perkebunan danf atau mengangkut hasil kebun di dalam
kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (2) huruf a; dipidana dengan pidana
penjara bagi pengurusnya paling singkat 8 (delapan) tahun dan paling larna 20
(dua puluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp20.000.000.000,00 (dua
puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.0OO,00 (lima puluh miliar
rupiah) dan/atau bagi korporasi dikenai pemberatan I /3 dari denda pokoknya. |
Pasal 93 |
Pasal 93 |
(1) Orang
perseorangan yang dengan sengaja: a. mengangkut
dan/atau menerima titipan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan
perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (2) huruf c; b. menjual,
menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d; dan/atau c. membeli,
memasarkan, dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat
3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling
sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) |
(1) Orang
perseorangan yang dengan sengaja: a. mengangkut
dan/atau menerima titipan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan
perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c; b. menjual,
menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d; dan/atau c. membeli,
memasarkan, dan latat mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf e, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling
sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). |
(2) Orang
perseorangan yang karena kelalaiannya: a.
mengangkut dan/atau menerima titipan
hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan
tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c; b. menjual,
menguasai, memiliki dan/atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d; dan/atau c. membeli,
memasarkan dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah |
(1) Orang
perseorangan yang karena kelalaiannya: Ø mengangkut
dan/atau menerima titipan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan
perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa Perrzinan Berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c; Ø menjual,
menguasai, memiliki, dan/ atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d; dan/atau Ø membeli,
memasarkan, dan f atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari
kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf e, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda
paling sedikit Rp100.00O.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). |
(3) Korporasi
yang: a.
mengangkut dan/atau menerima titipan
hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan
tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c; b.
menjual, menguasai, memiliki dan/atau
menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam
kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf
d; dan/atau c.
membeli, memasarkan dan/atau mengolah
hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam
kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf e
dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah). |
(3) Korporasi
yang: a.
mengangkut danf atau menerima titipan
hasit perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan
tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf
c; b.
menjuai, menguasai, memiliki, dan/
atau menyimpan hasil perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di
dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (2) huruf d; dan/atau c.
membeli, memasarkan, dan latau
mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di
dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (2) huruf e dipidana dengan pidana penjara bagi pengurusnya paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun danf atau pidana
denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling
banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) dan/atau korporasi
dikenai pemberatan l/3 dari denda pidana yang dijatuhkan. |
Pasal
96 |
Pasal 96 |
(1)
Orang perseorangan yang dengan
sengaja: a. memalsukan
surat izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a; b. menggunakan
surat izin palsu pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan
hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b; dan/atau c. memindahtangankan
atau menjual izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang kecuali dengan
persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta
rupiah). |
(1)
Orang perseorangan yang dengan
sengaja: a. memalsukan
Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan
kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a; b. menggunakan
Perizinan Berusaha palsu terkait pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau
penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b;
dan/atau c. memindahtangankan
atau menjual Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.O00,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,0O (dua miliar lima ratus juta
rupiah). |
(2)
Korporasi yang: a.
memalsukan surat izin pemanfaatan
hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 huruf a; b.
menggunakan surat izin palsu
pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 huruf b; dan/atau c.
memindahtangankan atau menjual izin
yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang kecuali dengan persetujuan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) |
(2)
Korporasi yang: a. memalsukan
Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan
kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a; b. menggunakan
Perizinan Berusaha palsu terkait pemanfaatan hasil hutan kayu danf atau
penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 1nuruf b;
dan/atau c. memindahtangankan
atau menjual Perrzinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c,
dipidana bagi: 1. pengurusnya
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah). 2. korporasi
dikenai pemberatan I/3 dari dend pidana yang dijatuhkan. |
Pasal 105 |
Pasal 105 UUCK |
Setiap pejabat yang: a. menerbitkan
izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan di dalam
kawasan hutan yang tidak sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 huruf a; b. menerbitkan
izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau izin penggunaan kawasan hutan di
dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b; c. melindungi
pelaku pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c; d. ikut
serta atau membantu kegiatan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan
secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d; e. melakukan
permufakatan untuk terjadinya pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan
hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf e; f. menerbitkan
surat keterangan sahnya hasil hutan tanpa hak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf f; dan/atau g. dengan
sengaja melakukan pembiaran dalam melaksanakan tugas sehingga terjadi tindak
pidana pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf g dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). |
Setiap pejabat yang: a. menerbitkan
Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan
kawasan hutan di dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan kewenangannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a; b. menerbitkan
Perizinan Berusaha di dalam Kawasan Hutan dan/atau Perizinan Berusaha terkait
penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
huruf b; c. melindungi
pelaku pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c; d. ikut
serta atau membantu kegiatan pembalakan liar danf atau penggunaan kawasan
hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d; e. melakukan
permufakatan untuk terjadinya pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan
hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf e; f. menerbitkan
surat keterangan sahnya hasil hutan tanpa hak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf f; dan/atau g. dengan
sengaja melakukan pembiaran dalam melaksanakan tugas sehingga terjadi tindak
pidana pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah). |
Pasal 110 A |
Pasal
110 A UUCK |
|
(1) Setiap
orang yang melakukan kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki
Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan sebelum berlakunya UndangUndang ini
yang belum memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan
paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku. (2) Jika
setelah lewat 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini tidak
menyelesaikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku dikenai
sanksi administratif, berupa: a. pembayaran denda administratif; dan/atau b.
pencabutan Perizinan Berusaha. (3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan tata cara
penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari denda administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dalam Peraturan Pemerintah. |
Pasal 110 B |
Pasal 110 B |
|
(1) Setiap
orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1)
huruf b, huruf c, danf atau huruf e, danf atau Pasal 17 ayat (2) huruf b,
huruf c, danf atau huruf e, atau kegiatan lain di kawasan hutan tanpa
memiliki Perizinan Berusaha yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang
ini dikenai sanksi administratif, berupa: a. penghentian
sementara kegiatan usaha; b. pembayaran
denda administatif; dan/atau c. paksaan
pemerintah. (2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam
dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus
menerus dengan luasan paling banyak 5 (lima) hektar, dikecualikan dari sanksi
administratif dan diselesaikan melalui penataan kawasan hutan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengenaan sanksi administratif dan tata cara penerimaan negara bukan pajak
yang berasal dari denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Pemerintah. |
Leave a Comment